JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Tim pengacara petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, melaporkan majelis hakim PN Depok ke Mahkamah Agung (MA) hingga Komisi Yudisial (KY). Syahganda merupakan terdakwa kasus penyebaran berita bohong terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sedang disidang di PN Depok.
Pengacara Syahganda, Abdullah Alkatiri, menyatakan pelaporan itu dilandasi dugaan majelis hakim tidak adil saat menangani perkara kliennya. Sebab majelis hakim menolak permintaan pengacara agar saksi dihadirkan langsung di ruang sidang.
Alkatiri pun hendak bersurat ke Ketua PN Depok meminta majelis hakim diganti dan saksi hadir langsung di sidang. Ia menegaskan tak akan menghadiri persidangan sampai kapan pun apabila permintaan tersebut tak dipenuhi.
"Beliau (Syahganda) tidak akan mau diperiksa sampai kapan pun juga jika tidak didampingi penasihat hukumnya. Dan penasihat hukum tidak akan mau bersidang jika para saksi dan ahli tidak dihadirkan di sidang," ujar Alkatiri dalam konferensi pers virtual, Jumat (29/1).
Ia menjelaskan, saksi perlu dihadirkan langsung di ruang sidang demi mengungkap kebenaran. Menurutnya, pemeriksaan saksi secara virtual tidak akan maksimal, lantaran bisa terganggu, seperti masalah sinyal.
Terlebih dalam perkara kliennya, kata Alkatiri, saksi hadir secara virtual dari Kejari Depok yang lokasinya bersebelahan dengan PN Depok.
"Sebenarnya tujuan kami mencari keadilan dan menggali kebenaran, kenapa harus dihalangi? di dalam persidangan semua berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, baik hakim, jaksa dan penasihat hukum," ucapnya.
Alkatiri juga menilai kehadiran saksi secara virtual melanggar KUHAP serta Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) 4 Tahun 2020 mengenai sidang elektronik. Ia menyebut Pasal 11 ayat (1) dan (2) PerMA 4/2020 menegaskan saksi atau ahli dihadirkan di ruang sidang meski persidangan digelar virtual.
"Kalau adu argumentasi berdasarkan UU dan PerMA kami yang benar. Karena MA dalam PerMA menegaskan dalam pemeriksaan saksi dan ahli berlaku hukum acara," tutupnya.
Walk Out
Sidang lanjutan Syahganda Nainggolan dalam kasus penyebaran berita bohong di Pengadilan Negeri Depok (PN) Depok ditunda. Penundaan karena Syahganda dan kuasa hukumnya walk out dari sidang.
Sidang lanjutan Syahganda yang beragendakan pemeriksaan saksi itu dilaksanakan di Ruang Cakra, PN Depok, Jawa Barat, Kamis (28/1/2021). Sidang tersebut dilakukan secara virtual.
Awalnya sidang dimulai dengan majelis hakim dan pengacara Syahganda hadir langsung di ruang sidang, sedangkan jaksa penuntut umum, saksi, dan Syahganda hadir secara virtual. Namun, pengacara Syahganda melakukan walk out karena keberatan saksi hadir secara virtual.
Lantas, majelis hakim mengambil sikap untuk menunda sidang hingga Kamis (4/2) pekan depan. Majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan Syahganda secara virtual.
"Baik ya persidangan kita tunda ya, dilanjutkan pekan depan Kamis tanggal 4 Februari dengan perintah menghadirkan terdakwa penuntut umum. Terserah mau hadirnya penasehat hukum juga yang pasti persidangan tetap seperti ini juga," kata hakim ketua Ramon Wahyudi dalam persidangan. "Kami akan upayakan semaksimal mungkin Yang Mulia," jawab jaksa.
Syahganda didakwa menyebarkan berita bohong terkait kasus penghasutan demo menolak omnibus law yang berujung ricuh di Jakarta. Syahganda didakwa melanggar Pasal 14 ayat 1 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Dakwaan pertama, Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau kedua, Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau ketiga, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata pejabat humas PN Depok, Nanang Herjunanto, saat dikonfirmasi, Senin (21/12).
Dalam pasal ini, Syahganda terancam pidana penjara 10 tahun penjara. Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan 9 tersangka penghasutan. Dari 9 tersangka itu, beberapa di antaranya merupakan Ketua KAMI Medan Khairi Amri serta petinggi KAMI, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.