JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Terkait persiapan dibukanya sekolah tatap muka di era new normal, anggota MPR Fraksi PKB, Syaiful Huda mengatakan sesungguhnya pembukaan sekolah tatap muka sudah dilakukan sejak Januari 2021.
“Sekolah boleh dibuka awal tahun 2021 melalui SKB 4 Menteri," ujar Syaiful Huda.
SKB 4 Menteri itu merupakan kesepakatan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan.
Lebih lanjut dikatakan oleh Syaiful Huda, dalam SKB 4 Menteri itu ada aturan bagaimana ketika sekolah dibuka atau pembelajaran tatap muka dilakukan. Ia mengapresiasi pemerintah daerah yang bersikap hati-hati dalam pembukaan sekolah. Pembelajaraan tatap muka menurutnya menjadi wewenang pemerintah daerah dan orangtua.
“Kalau orangtua tak setuju, maka pembukaan sekolah secara tatap muka ya tidak boleh diselenggarakan," tuturnya.
Dengan demikian maka pembelajaran jarak jauh tetap dilakukan.
Paparan di atas disampaikan Syaiful Huda saat menjadi pembicara dalam ‘Diskusi Empat Pilar MPR’ di Media Centre, Komplek Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, 15 Maret 2021.
Dalam diskusi dengan tema ‘Persiapan Dibukanya Sekolah Tatap Muka di Era New Normal’, hadir ratusan wartawan yang biasa meliput di Komplek Parlemen.
Syaiful Huda berharap Juli merupakan momentum bagi anak-anak untuk kembali ke sekolah. Untuk mengembalikan pendidikan secara tatap muka, ia menyarankan agar semua guru yang ada, sebanyak 5 juta orang, harus divaksin.
“Selain itu perlu penegakan protokol kesehatan (prokes) di sekolah," paparnya.
Diharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dinas pendidikan di daerah untuk mempersiapkan pembukaan sekolah dengan sebelumnya melakukan simulasi.
Komisi X DPR menurutnya dalam posisi mendukung dibukanya pembelajaran dengan metode tatap muka. Diakui selama masa pandemi Covid-19, anak-anak sudah kehilangan tahapan proses pembelajaran. Pembelajaran jarak jauh yang selama ini dilakukan disebut hanya efektif tak lebih dari 30 persen.
Rendahnya capaian tersebut selain karena tantangan masalah teknologi informasi dan kebutuhan pulsa, juga dikarenakan orangtua di rumah tidak bisa menggantikan peran guru. Tak hanya itu keprihatinan yang dirasakan oleh Syaiful Huda. Pendapatan orangtua yang menurun karena tak bisa bekerja membuat anak-anak ikut mencari kerja.
“Banyak anak menjadi pekerja serabutan untuk membantu orangtua," ungkapnya.
Bila masalah pendidikan tidak tertangani di masa pandemi dan anak-anak sudah keenakan bekerja, hal demikian disebut akan mempertinggi jumlah anak putus sekolah.
Di lingkungan luar sekolah, dirinya juga lebih prihatin. Tidak sekolahnya anak-anak membuat mereka terjebak pada perbuatan kriminal, tawuran, atau masalah sosial lainnya.
“Mereka sudah tidak merasa anak sekolah lagi. Ini perlu mendapat penanganan khusus," tambahnya.
Perlu dilakukan sentuhan psikologi pada anak-anak bila mereka nanti kembali ke sekolah.