JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- DPP Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap PDI Perjuangan, mengecam keras dugaan praktik jual beli jabatan di Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
DPP Repdem menegaskan, jika isu praktik jual beli jabatan itu terbukti benar, maka tidak ada toleransi selain mengganti atau mershuffle Mendes PDTT, Abdul Halim.
"Repdem heran, di tengah pemerintahan terus bersemangat melakukan reformasi birokrasi dan menata aparatur sipil negara, justru terjadi isu jual beli jabatan di kementerian. Apalagi itu diduga dilakukan oleh staf khusus," kata Sekjen Repdem Abe Tanditasik, Jumat, (16/4/2021).
Abe menilai, yang diperlukan saat ini bukan hanya sekedar klarifikasi, tetapi perlu dilakukan investigasi oleh legislatif dan KPK beserta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Semua pihak yang diduga terlibat harus dipanggil dan diperiksa. Presiden bisa saja melakukan tindakan preventif untuk mencopot Menteri sebagai pihak yang paling bertanggung jawab," tegas Abe.
Abe mengingatkan, jabatan eselon di Kementerian sedianya harus diisi oleh orang-orang yang berkompeten dan profesional di bidang tersebut. Abe menekankan, semua harus melalui uji kelayakan dan kepatutan.
"Jika kemudian muncul oknum staf khusus yang memperdagangkan jabatan, tentu itu diluar prosedur. Apalagi hingga miliaran rupiah. Harus ada tindakan cepat agar hal ini tidak terulang lagi. Ini benar-benar gila. Bikin malu negara," tandas Abe.
Sebelumnya, pergantian jabatan eselon I dan II di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi diduga diwarnai jual beli jabatan.
Beberapa sumber dari laporan majalah Tempo mengatakan sang staf khusus ini meminta uang mulai Rp 500 juta untuk jabatan eselon sampai Rp 3 miliar untuk posisi dirjen atau eselon I.
Seorang di antara pejabat itu bercerita, dia pernah dimintai uang lebih dari Rp 500 juta oleh utusan staf khusus ini untuk mempertahankan posisinya pada akhir 2020.
Utusan tersebut meminta duit itu dibayar secara tunai. Proses patgulipat ini diduga melibatkan salah satu staf khusus Menteri Desa Abdul Halim Iskandar.