JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pemberlakuan hasil tes menggunakan PCR untuk syarat penerbangan saat ini dinilai akan jauh lebih baik dibanding antigen atau GeNose. Akan tetapi, hasil yang tertera pada surat tes juga tidak bisa menjadi penentu bahwa seseorang terbebas dari COVID-19.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Epidemiolog UNAIR Windhu Purnomo mengatakan ada baiknya para pelaku perjalanan melakukan karantina mandiri setelah sampai di tujuan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi adanya kemungkinan orang tersebut terpapar COVID-19 setelah menjalani tes PCR.
"Tes apa pun termasuk PCR hanya melihat seseorang saat dia dites. Nah jadi seharusnya kalau memang masih begini terus, harusnya ketika orang itu sampai di tujuan dia harus dikarantina minimal 14 hari. Siapa pun itu, apa pun hasil tesnya, harus karantina 14 hari dengan biaya sendiri," jelas Windhu kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/6/2021).
Windhu juga menilai, opsi lain yang bisa juga diterapkan apabila pemerintah masih membuka penerbangan adalah dengan melakukan tes ulang saat seseorang itu tiba di bandara tujuan.
"Bisa [tes ulang], boleh itu kalau dia negatif, PCR loh, ya. Karena antigen hanya bisa mendeteksi 7 hari pertama. Itu oke, jadi dia dites di bandara kedatangan, enggak apa-apa. jadi artinya 2 kali tes, ya. Pulang begitu lagi di bandara dites lagi, itu masih oke. Sekarang masalahnya apakah itu mau dilakukan pemerintah? Nah kalau itu dilakukan itu aman, kalau tidak, ya, karantina 14 hari," jelasnya.
Konsekuensi ini, kata Windhu, mau tidak mau harus diambil oleh pelaku perjalanan. Pilihan seperti karantina mandiri atau tes PCR ulang juga harus dilakukan dengan biaya mandiri.
"Jadi itu, begitu datang karantina atau tes lagi karena karantina mahal. Tapi itu biaya sendiri loh, ya, bukan pemerintah. Yang pergi dia, kok, enak dibiayai negara, gimana? Itu yang harus dilakukan. Prinsipnya kita harus melindungi rakyat," tegasnya.
"Yang benar adalah tidak ada perjalanan kecuali perjalanan esensial. Tapi yang lain tidak boleh," tutup Windhu.