JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi mengajukan kebijakan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok atau sembako, jasa pendidikan atau sekolah, dan jasa kesehatan kepada Komisi XI DPR. Pengajuan itu dilakukan dalam rapat yang digelar pada hari ini, Senin (13/9/2021) kemarin.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI itu mengagendakan pembahasan tindak lanjut Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sri Mulyani menyebutkan, revisi RUU KUP saat ini adalah momentum yang tepat untuk memperbaiki dan mereformasi sistem perpajakan di Indonesia agar lebih sehat, adil, fleksibel dan akuntabel bagi seluruh masyarakat.
"Dalam rangka membangun basis pajak yang luas dan kuat, maka reformasi perpajakan yang adil, sehat, efektif dan akuntabel mutlak diperlukan. Keberhasilan reformasi ini sangat ditentukan oleh dukungan politik Anggota Dewan yang Terhormat dan partisipasi segenap lapisan masyarakat," ujarnya dalam raker Komisi IX, Senin (13/9/2021).
Namun ia memastikan dalam melaksanakan reformasi perpajakan ini, akan tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian yang masih diselimuti tekanan pandemi Covid-19.
Menurutnya, reformasi perpajakan tidak dilakukan hanya pada saat ini saja tapi juga jauh sebelumnya. Contohnya pada tahun 1983 pemerintah juga melakukan reformasi perpajakan dan berhasil memberikan capaian yang positif terutama untuk penerimaan negara dari pajak.
Selain penerimaan negara yang meningkat karena reformasi pajak saat itu, jumlah wajib pajak pun meningkat pesat dan rasio kepatuhan pun membaik.
"Revisi RUU KUP ini ditujukan untuk memperluas basis pajak, menciptakan keadilan dan kesetaraan, penguatan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan," kata dia.
Ia kembali menjelaskan, dalam RUU KUP ini ada lima klaster yang akan dibahas yaitu Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, dan Pajak Karbon.
Untuk pajak penghasilan, pemerintah akan menurunkan PPh Badan yang tadinya 25% menjadi 22% di tahun ini. Kemudian di tahun depan akan turun menjadi 20%. Sedangkan bagi perusahaan yang melakukan listing di bursa Efek Indonesia atau IPO akan dikurangi lagi pajaknya 3% menjadi 17% di tahun depan.
Selain itu, diubah juga tarif untuk PPh Orang Pribadi. Dimana saat ini PPh OP hanya dibagi dalam 4 bracket dan akan diubah menjadi 5 bracket. Tarif terbaru ditambah yakni 35% bagi yang berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahunnya.
Pemerintah juga mengatur kembali objek PPN dan fasilitas PPN dengan tujuan mencerminkan keadilan serta tepat sasaran. Dalam hal ini, barang yang sebelumnya masuk dalam kategori barang Tidak Kena Pajak (TKP) diubah menjadi kena pajak, diantaranya barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.
Untuk pengaturan ini, banyak protes yang dilayangkan ke Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Oleh karenanya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa PPN akan dikenakan untuk yang mampu saja, sehingga untuk masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
Pemerintah juga mengubah tarif PPN dalam RUU KUP ini. Saat ini tarif PPN umum ditetapkan sebesar 10% dan akan naik menjadi 12%. Sedangkan tarif PPN lainnya dikenakan multi kisaran 5%-25%.
RUU KUP ini juga berisi mengenai penambahan objek cukai baru yakni produk plastik. Serta juga mengenakan pajak karbon dalam rangka mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung net zero emisi.
Diketahui, dari bahan rapat itu, Indonesia tidak ada perubahan rencana terutama pemberlakuan pajak yang direncanakan pemerintah. Mulai dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengenaan PPN untuk sembako hingga tax amnesty atau pengampunan pajak yang sering disebut tax amnesty jilid II.