JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak Rp 26,6 triliun. Mulanya, proyek ini diperhitungkan butuh biaya USD 6,07 miliar melalui kerja sama pemerintah Indonesia dan China. Namun saat ini biaya proyek jadi USD 7,97 miliar.
Demi kelanjutan proyek tersebut, Presiden Jokowi membuka opsi pendanaan melalui APBN untuk kereta cepat Jakarta-Bandung.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku pemimpin konsorsium BUMN di proyek kereta cepat diberi penambahan modal dari APBN melalui skema PMN (Penyertaan Modal Negara) senilai Rp 4,1 triliun.
Terkait persoalan ini, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyatakan, pembengkakan biaya proyek adalah hal yang wajar. Apalagi, kata Arya, ini adalah pertama kalinya Indonesia membangun kereta cepat.
"Pembengkakan itu hal yang wajar, namanya juga pembangunan awal. Kemunduran-kemunduran yang sebelumnya itu akan menaikkan cost. Hampir semua negara mengalami hal yang sama," kata Arya dalam keterangannya kepada media, Sabtu (9/10).
Ia menyebut pembengkakan itu karena kondisi-kondisi di lapangan yang di luar perkiraan. "Di mana-mana ketika kita membuat kereta api cepat, jalan tol, dan sebagainya, di tengah perjalanan pasti ada perubahan desain karena kondisi geografis yang berubah dari yang diperkirakan awal," ujarnya.
Selain itu, ongkos pembebasan lahan juga meningkat karena kenaikan harga tanah. "Harga tanah juga ada kenaikan-kenaikan, itu wajar terjadi yang membuat pembengkakan anggaran," tuturnya.
Masalahnya lagi, keuangan BUMN yang terlibat dalam proyek ini sedang tidak sehat akibat pandemi Covid-19. Mau tak mau, pemerintah turun tangan menggelontorkan dana APBN agar proyek yang progresnya sudah 80 persen ini dapat terselesaikan.
“Hal-hal ini yang membuat kondisi mau enggak mau supaya kereta cepat dapat berjalan baik, pemerintah ikut dalam memberikan pendanaan. Ini langkah yang harus diambil karena apalagi pembangunan sudah 80 persen. Kalau mundur akan menaikkan cost,” tutupnya.