JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --LQ Indonesia Lawfirm kembali membongkar dugaan permainan Oknum Penyidik dan atasan penyidik di Fismondev Polda Metro Jaya, dalam penanganan Laporan Polisi agar mandek dalam kasus Investasi Bodong PT MPIP dan MPIS dengan Terlapor Raja Sapta Oktohari, ketua KOI. LP Mahkota (PT MPIP) No 2288/V/YAN2.5/2020/ SPKT PMJ tanggal 9 April 2020 di unit 5 dan PT OSO Sekuritas No 3161/VI/YAN2.5/2020 SPKT PMJ Tanggal 4 Juni 2020, di unit 4, keduanya ada di Subdit Fismondev tidak ada perkembangan berarti.
Kedua unit tersebut tidak melakukan penyelidikan sebagaimana mestinya secara KUHAP, parahnya ada dugaan penghilangan atau penggelapan alat bukti berupa keterangan ahli Pidana Forensik yang telah dilakukan oleh penyidik dan atasan Fismondev namun alat bukti itu dan pemeriksaan ahli pidana tidak pernah dicantumkan dalam berkas dan surat SP2HP padahal keterangan ahli adalah alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP.
Salah satu klien LQ, A mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan kasus PT Mahkota dan OSO Sekuritas yang berlarut sudah 2 tahun berjalan.
"Tidak ada perkembangan berarti selama 2 tahun menunggu. Parahnya waktu itu saya ketemu Kanit dan Kasubdit Fismondev, di infokan bahwa untuk menaikkan perkara ke sidik, Kanit Fismondev mengusulkan Ahli Pidana Forensik bernama Dr Robintan Sulaiman, SH, MH. Kami beberapa korban diundang dalam gelar perkara Forensik, hadir Kanit 5, Panit 5 dan beberapa penyidik Fismondev dalam gelar perkara bersama beberapa korban dan kuasa hukum dari LQ," ucap A sambil menunjukan alat bukti fotonya sambil menunjukkan foto gelar perkara ke media.
"Dalam proses gelar perkara yang rekaman selama hampir 2 jam sudah saya berikan ke kuasa hukum kami, Dr Robintan sebagai ahli pidana forensik menjelaskan bahwa pidana yang dilakukan PT MPIP dengan Terlapor Raja Sapta Oktohari, sudah jelas dan terang benderang unsur pidana nya dan harusnya naik sidik," tambahnya.
A mengungkapkan, gelar perkara di Kantor Robintan Sulaiman di Kompleks Mutiara Taman Palem, Blok C3 no 30-32, dilakukan 7 Agustus 2020, namun anehnya dalam proses penyelidikan tiba-tiba keterangan ahli pidana Robintan Sulaiman dihilangkan dari berkas dan alat bukti oleh Fismondev.
"Ketika kami tanyakan ke atasan penyidik, katanya para korban harus bayar kurang lebih 300 juta untuk menebus keterangan ahli Robintan tersebut. Bukankah biaya penanganan perkara di kepolisian dibiayai APBN, kenapa diinfokan ke kami untuk menebus biaya Ahli yang dilakukan oleh Fismondev? Apakah memang Korban harus menanggung biaya perkara dan bayar ahli pidana yang dipilih Penyidik?" cetusnya.
Sugi selaku Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm menambahkan bahwa dirinya dan tim telah mengkantongi rekaman suara hasil gelar perkara dengan Ahli Pidana yang menyatakan unsur pidana kental dan nyata serta layak naik sidik.
"Anehnya kenapa lalu keterangan ahli pidana tersebut dihilangkan sebagai alat bukti keterangan ahli dan tidak tercantum di SP2HP? Atas penyimpangan ini sudah kami adukan Kasubdit Fismondev ke Propam Polda Metro Jaya namun nampaknya janji Kapolda akan memproses aduan dugaan oknum POLRI hanya berlaku untuk POLRI level bawah, tidak bisa menyentuh perwira apalagi perwira menengah sekelas AKBP," ucapnya.
LQ Indonesia menerangkan bahwa dalam waktu dekat para korban Investasi bodong Mahkota dan OSO Sekuritas merencanakan untuk aksi damai di Polda Metro Jaya dan menagih janji Kapolda Metro Irjen Fadil. Kenapa Kasus Mahkota, kasus OSO Sekuritas tidak ada satupun naik sidik padahal sudah 2 tahun berjalan, apalagi keterangan Ahli Pidana, unsur pidana kental dan layak naek sidik, anatomy of crimenya sudah jelas.
"Penegakkan hukum di Polda Metro Jaya dipertanyakan sekali lagi dan #PercumaLaporPolisi menjadi nyata dalam penanganan perkara Mahkota," ucap Sugi.