JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dihantam badai jelang Pemilu 2024. Ini buntut keputusan Plt Ketua Umum (Ketum) PPP Muhamad Mardiono mendepak tujuh (7) orang ulama dan habaib dari jajaran Majelis Syariah DPW PPP DKI Jakarta.
Sebagai pemimpin partai Islam tertua di Indonesia, Mardiono dianggap melakukan blunder besar. Termasuk keputusan merombak gerbong politik peninggalan Almarhum Haji Lulung Lunggana dari Pengurus Harian DPW PPP DKI Jakrta.
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin menyebut, Plt Ketum PPP Mardiono salah besar merombak susunan kepengurusan DPW PPP DKI Jakarta hanya karena mendukung Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (Capres) 2024.
Ujang menilai, PPP akan rugi besar secara elektoral karena menyingkirkan gerbong Haji Lulung, karena mereka sudah membangun infrastruktur partai sampai ke tingkat bawah.
Dia menyebut, tindakan Mardiono ini membawa Partai Ka"bah ke jurang kehancuran.
"Saya melihat paling tidak di DKI kelihatannya PPP akan hancur. Bahkan di daerah-daerah lain juga banyak yang diganti karena mungkin yang diganti itu termasuk gerbongnya haji Lulung yang dianggap mendukung Anies Baswedan," ujar Ujang kepada wartawan, Jumat (10/2/2023).
Padahal, kata dia, dalam kondisi saat adanya Haji Lulung, PPP sebelumnya juga melalui hasil berbagai lembaga survei tidak memiliki elektabilitas yang tinggi. Bahkan, sejumlah lembaga survei memprediksi PPP tak lolos parliamentary thereshold atau ambang batas lolos parlemen di Pileg 2024.
"PPP terancam dalam hasil survei tidak lolos ke Senayan, malah banyak melakukan manuver dan tindakan yang salah. Salah satunya tadi, menghajar gerbong Haji Lulung," ungkapnya.
Dampak gerbong Haji Lulung pada elektoral PPP sudah terbukti kuat. Pada era kepemimpinan Haji Lulung sebagai Ketua DPW DKI, PPP berhasil memperoleh kursi DPRD DKI 10 kursi di periode 2014-2019.
Begitu mereka pindah ke PAN, PPP hanya mendapat satu kursi dan sembilan kader PAN melanggeng jadi legislator Kebon Sirih.
Ia pun menyayangkan PPP masih berkutat dengan konflik internalnya. Padahal, partai lain sudah sibuk melakukan konsolidasi menyambut Pemilu 2024.
"Sangat disayangkan jika karena konflik internal, karena perbedaan dukungan di internal PPP soal perbedaan pandangan di antara kader PPP berujung pada misalkan tergerusnya suara PPP pada pemilu 2024 nanti," pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Majelis Pertimbangan DPW PPP DKI Jakarta Maman Firmansyah mengkritik Plt Ketum PPP Mardiono yang merombak kepengurusan DPW PPP DKI.
Pasalnya, kebijakan tersebut diambil tak lama setelah DPW PPP DKI dibawah kepemimpinan anak Haji Lulung, Guruh Tirta Lunggana mendukung Anies Baswedan sebagai Capres pada Pilpres 2024 saat Mukercab serentak DPC PPP se-Jakarta di Hotel Paragon Jakarta, pada 25 September 2022 lalu.
Aib dan Bencana Bagi PPP DKI
Sebelumnya Mantan Sekretaris Wilayah (Sekwil) DPW PPP DKI Jakarta Najmi Mumtaza Rabbany pencopotan ulama dan habaib dari Majelis Syariah DPW PPP DKI bukan saja aib, tetapi juga bencana bagi Partai Ka"bah.
Begitu juga dengan perombakan kepengurusan DPW PPP DKI peninggalan era Haji Lulung.
Najmi sendiri termasuk salah satu yang terdepak. Termasuk tujuh (7) orang ulama dan habaib di jajaran Majelis Syariah DPW PPP Jakarta namanya juga hilang.
Mereka adalah KH. Munawir Aseli, KH. Mahfud Asirun, KH. Nursofa Tohir, Habib Idrus Jamalulail, Habib Ahmad bin Hamid Al Aydid, Habib Abdurahman Ahmad Al Habsyi, dan KH. Ibrahim Karim.
Menurut Najmi, pencopotan ini bukan saja aib yang memalukan tetapi juga bencana bagi Partai Ka"bah.
Najmi teringat pada 2021 tepatnya bulan September, saat dirinya diminta mendampingi Haji Lulung menjadi Sekwil DPW PPP DKI Jakarta.
Saat itu, kata Najmi, pertama kali yang dilakukan Haji Lulung adalah keliling ke ulama-ulama besar Betawi untuk ikut membantu PPP menjadi rumah ulama dan istana umat.
"Nah, kalau sekarang nama-nama tersebut hilang dari Majelis Syariah, ya betul itu para ulama yang sangat dekat dengan Haji Lulung, mereka adalah urat nadi PPP di Jakarta." kata Najmi saat dikonfirmasi, Rabu (8/2/2023).
"Mengenai keputusan tersebut, dalam hal apapun itu adalah keputusan yang memalukan. Itu adalah bencana," kata Gus Najmi, panggilan akrabnya.
Apalagi, kata Najmi, DPP PPP juga tidak pernah mengajak para ulama tersebut untuk berbicara terkait rencana pemecatannya.
"Begitu juga dengan perombakan jajaran Pengurus Harian DPW PPP DKI yang jumlahnya mencapai 75 persen lebih. Tidak sesuai komitmen yang pernah dijanjikan," ungkapnya.
"Termasuk juga putusan Mahkamah Partai DPP PPP yang dijadikan sebagai landasan perombakan pengurus, sampai hari ini kami tidak pernah terima salinannya. Atau, jangan-jangan itu tidak ada," tambah Najmi berseloroh.