JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak keras RUU Kesehatan. Said mengatakan pihaknya menolak rencana pengelolaan dana BPJS diambil alih Kementerian.
Dalam RUU Kesehatan, Pasal 7 ayat (2) menyatakan BJPS Kesehatan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan BJPS Ketenagakerjaan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
“Tidak boleh Menteri mengelola uang rakyat (BPJS),” ujar Said.
Said melanjutkan, dana tersebut bukan murni berasal dari APBN, melainkan juga terdiri dari dana yang iuran pekerja hingga pengusaha.
Menurutnya, BPJS harus di bawah presiden langsung, sebab ketika ada keadaan darurat dan dana BPJS berkurang presiden bisa keluarkan dari APBN atau sumber lain, sementara menteri tidak bisa melakukan itu.
Dalam RUU Kesehatan, BPJS juga berkewajiban melaksanakan penugasan dari Kementerian. Beberapa pasal lain yang diubah juga menunjukkan kementerian memiliki kontrol yang lebih besar terhadap BPJS.
“Dewan Pengawas (Dewas) BPJS dari sisi buruh juga dikurangi, padahal iuran terbesar itu dari PBI sekitar Rp 125 triliun. Dalam hal ini kami sangat menolak RUU Kesehatan di Undang-Undangkan,” tegas Said.
*BPJS Adalah Dana Amanah Publik*
Sejalan dengan KSPI, Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) mengajak seluruh elemen untuk mendukung dan berjuang bersama tenaga kesehatan di seluruh Indonesia untuk mengawal pembahasan RUU Kesehatan. Mendukung dan berjuang bersama pekerja Indonesia agar jaminan sosial tetap diatur sesuai UU SJSN dan UU BPJS.
Ketua Umum KRPI Rieke Diah Pitaloka mengatakan, adanya ancaman penyalahgunaan dana amanah di BPJS Kesehatan sebesar Rp 200 triliun dan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 645 triliun.
Dia melanjutkan, adanya kekhawatiran dana amanah itu terindikasi seperti pada kasus Asabri dan Taspen. “Pemerintah dan DPR perlu berkomitmen untuk tidak mengutak-atik dana amanah di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” imbuh Rieke.
Lebih lanjut, Rieke mengatakan bahwa RUU Kesehatan akan berpotensi memangkas wewenang Presiden. BPJS juga sebelumnya bertanggungjawab secara langsung kepada Presiden. Namun, dalam RUU Kesehatan tanggung jawab tersebut diberikan kepada menteri terkait, yakni Menteri bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Menteri bidang Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).
"Berdasar Undang-Undang BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan Penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden," tandasnya.