JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pebisnis kelas Kakap Dato Sri Tahir dibawah bendera MAYAPADA Group, telah banyak Menggarap Bisnis dibeberapa Sektor, Mulai Perbankan, Rumah Sakit, hingga Properti dan Bisnis lainnya. Namun Bisnis disektor Perbankan anggota WATIMPRES (Dewan Pertimbangan Presiden) ini sempat tercoreng oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Pengawasan Perbankan pada tahun 2017-2019, menemukan adanya Pemberian Kredit yang dilakukan berkali-kali oleh Bank Mayapada kepada Debitur Macet, totalnya hampir mencapai Rp. 4,5 triliun, Adapun selain itu BPK menemukan adanya Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Mayapada kepada 4 Korporasi hingga mencapai nilai Rp. 23,50 triliun.
Selain itu Penyidik Jampidsus Kejagung telah memanggil jajaran Direksi Mayapada Group terkait kasus Korupsi PT. Asuransi Jiwasraya Tbk. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan pengelolaan transaksi jual beli saham Reksadana di Bursa Efek Jakarta.
"Para saksi yang dimintai keterangan sudah pasti ada kaitannya dengan Mayapada Group" Dan ini akan mematahkan bantahan Pendiri Mayapada Group Dato Sri Tahir, yang mengatakan tidak terkait dengan kasus Asuransi Jiwasraya yang kabarnya akan mengambil alih Saham Asuransi Jiwasraya Tbk.
Meskipun banyak kasus yang menjerat Mayapada Group, tetap tidak menghalangi untuk memperluas jaringan bisnis mereka, Hingga kini Kerajaan Bisnis Mayapada Group yang dirintis sejak 1986, terus mengalami perkembangan hingga merambah semua sektor Industri Bisnis yang lainnya.
Dalam penjabaran adanya banyak kasus yang dilakukan oleh Bank Mayapada, ini menjadikan Pekerjaan Rumah yang besar bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera mengungkap kasus tersebut. Pada dasarnya OJK dibentuk bertujuan Memperkuat Pengawasan Perbankan, yang sebelumnbya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia (BI).
Berdasarkan data BPK Negara mengalami kerugian mencapai Rp. 130 triliun lebih. Seharusnya bini menjadi tanggung jawab dari OJK segera menangani semua informasi yang menyangkut Kinerja Bank Mayapada. Bukan tidak mungkin, OJK menemukan adanya Penyimpangan Praktek "setoran untuk memuluskan Kredit pinjaman yang dilakukan Perbankan Indonesia.
Lembaga Pemerhati Jasa Keuangan Masyarakat (LPJKM) Yoga Hermawan mengatakan, dalam kasus Kredit Macet di Bank Mayapada mencerminkan kegagalan kinerja dari OJK sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai tugas fungsi Pengawasan sector Keuangan.
"Ini perlu di Evaluasi yang Menyeluruh, karena jika kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak maksimal, maka tidak menutup kemungkinan banyak Lembaga sektor Keuangan akan menjalankan usahanya secara ugal-ugalan," katanya.
Praktik Penyimpang yang dilakukan Perbankan Nasional, khususnya bank swasta, sangat mudah dibuktikan, dengan syarat OJK punya niat untuk melakukan fungsi kerja yang ketat. "Otoritas Jasa Keuangn (OJK) jangan hanya berani menindak tegas terhadap Bank kecil saj, tapi Bank besar yang dimiliki oleh Taipan, tidak berani bertidak tegas," katanya.
"Sekali lagi kami menegaskan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus berani menindak tegas para Perbankan yang melanggar aturan, karena ini menyangkut uang para Nasabah. Kalo banyak kasus yang dikakukan oleh Perbankan Nasional, maupun swasta, atau Bank-bank besar maupun kecil, didiamkan dan tidak cepat ditangani oleh OJK, makan akan berdampak sangat buruk terhadap iklim Investasi dinegara kita," tegasnya.
Dirinya juga mendorong agar Presiden Joko Widodo untuk segera bertidak dan mempertimbangkan keanggotan Watimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) yang diberikan kepada Dato Sri Tahir, karena terkait banyaknya kasus yang dialami oleh Bank Mayapada, yang jelas dimiliki oleh Dato Sri Tahir, sebagai Anggota Watimpres.
"Akan menjadi beban atau mempersulit atau bisa menghalangi Pemeriksaan guna meminta keterangan terkait banyaknya kasus yang menjerat Bank Mayapada. Kami berharap Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Dato Sri Tahir sebagai Anggota Watimpres, guna tegaknya Keadilan dan tiap warga negara berkedudukan sama di muka Hukum," tegasnya.