JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mengamati peradilan kasus mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi baru-baru ini yang terbukti menerima uang suap sebesar Rp40 miliar terkait kasus korupsi proyek BTS 4G pada Bakti Kominfo.
Wakil Ketua Umum SOKSI Bidang Polhukam Mayjen TNI (Purn) Herwin Supardjo mengatakan, kepada wartawan di Jakarta pada Kamis (23/05/2024) patut diduga kasus korupsi Achsanul BPK itu fenomena puncak gunung es yang harus menjadi perhatian ekstra KPK untuk mengusutnya tuntas selain perlunya perbaikan pola dan sistem rekrutmen Anggota Pimpinan BPK serta Pengawasan nya kedepan.
Pasalnya, tugas dan fungsi BPK sebagai instansi negara sangat strategis dengan kewenangan besar dalam memeriksa laporan keuangan Lembaga-lembaga negara termasuk BUMN dan BUMD secara berintegritas, profesional, transparan dan akuntabel sesuai amanat UUD 1945 untuk menemukan jika ada pelanggaran termasuk korupsi guna menjamin keberhasilan pembangunan nasional.
Karena itu jika sampai ada konspirasi atau “kongkalikong” diantara BPK dengan obyek pemeriksaannya yang mengatur proses dan hasil pemeriksaannya demi mendapatkan suap maka sangat ironis sekaligus merupakan sabotase terhadap laju pembangunan nasional serta membahayakan.
Itu ibarat "pagar yang ditujukan menjaga tanaman tetapi justru pagar itu telah memakan tanaman" jelas mantan TKN Jokowi - Makruf pada Pilpres 2019 dan TKN Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 itu.
Tokoh Pimpinan SOKSI ormas pendiri Partai Golkar itu menambahkan, jika kita menganalisa fakta berbagai kasus korupsi BPK yang mencuat di permukaan seperti kasus Achsanul, kasus suap WTP Rp12 miliar di Kementerian Pertanian, keterlibatan dalam Kasus Jalan Tol MBZ, Kasus Rizal Djalil, dan masih banyak kasus lain sebelumnya maka muncul pertanyaan-pertanyaan dibenak kita.
Bukankah kasus-kasus itu merupakan pengulangan dengan modus – modus yang relatif sama? Jika demikian kasus-kasusnya berulang-ulang, bagaimana integritas dan kredibilitas kelembagaan BPK ini mengemban amanat konstitusi untuk keberhasilan pembangunan nasional menuju Indonesia maju?.
Apakah para obyek pemeriksaan BPK selama ini dimungkinkan mendapatkan hasil pemeriksaan dengan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tanpa memberikan sesuatu hadiah atau suap kepada BPK? Apakah kasus Achsanul Qosasi itu patut diduga merupakan puncak dari sebuah gunung es besar?.
"Lalu apakah mungkin seorang anggota pimpinan BPK seperti tokoh senior Achsanul Qosasi melakukan hal itu sendirian bersama bawahannya tanpa bersama -sama para anggota pimpinan BPK lainnya? Semua pertanyaan itu perlu dijawab oleh KPK dengan mengusut kasus-kasus korupsi BPK secara tuntas termasuk menyelidiki para oknum BPK yang terlibat dalam kasus Kementerian Pertanian dan kasus Tol MBZ yang sedang berproses," kata mantan petinggi BAIS TNI itu.
Simultan dengan perlunya pengusutan oleh KPK, Jenderal TNI Purnawirawan yang berpengalaman 15 tahun di bidang intelijen strategis itu menaruh harapan kepada Presiden dan DPR RI untuk mendorong pengkajian ulang dan perbaikan sistem dan pola mekanisme rekrutmen anggota BPK.
Serta Pengawasannya kedepan karena sementara ini masih kental berafiliasi dengan kepentingan partai politik selain mendesaknya gebrakan KPK untuk memberantas korupsi di lingkungan BPK, dalam arti penegakan hukum terhadap seluruh kasus korupsi dan dugaan korupsi yang terjadi.
Sekaligus mendorong terciptanya penguatan sistem pencegahan korupsi oleh para oknum BPK dimasa mendatang demi mendukung keberhasilan pembangunan nasional menuju Indonesia Maju kedepan sesuai platform perjuangan SOKSI pendukung Pemerintah sebagai Organisasi Ide dan Gerakan (Organization of Ideas and Movement) dibawah kepemimpinan Ketua Umum Ali Wongso.
"Semuanya ide dan harapan itu merupakan artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat bahkan sebagai kebutuhan nasional yang termasuk kategori mendesak demi optimasi keberhasilan Pemerintahan Jokowi- Makruf dan kelanjutannya oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran bersama seluruh masyarakat melaksanakan pembangunan nasional untuk kemajuan kehidupan rakyat dan bangsa negara secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045," pungkas Jenderal intelijen strategis itu.