JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sebuah video yang menampilkan pengakuan beberapa guru di SMKN VI Ende, Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya mendapatkan gaji Rp 250 ribu rupiah dalam sebulan viral di media sosial. Komisi X DPR RI menilai ketimpangan kesejahteraan guru antara deerah-daerah besar dan daerah terpencil sudah bukan rahasia lagi.
“Ini adalah potret miris pendidikan Indonesia di daerah-daerah. Kondisi seperti ini sering sekali kita temui di daerah-daerah terpencil,” ungkap Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira, Senin (5/8/2024).
Andreas mengatakan, banyak guru-guru di daerah yang kesejahteraannya sangat minim. Terutama guru-guru honorer, yang bahkan seringkali gajinya baru dibayar berbulan-bulan.
Belum lagi, gaji yang didapat para guru-guru di daerah tersebut tidak sebanding dengan perjuangan mereka untuk mengajar. Andreas menyoroti banyaknya guru di daerah terpencil yang harus melewati medan berat untuk sampai ke sekolah demi mengajar anak-anak.
“Hanya dengan modal semangat mengabdilah yang membuat guru-guru ini bertahan mendidik siswa-siswi yang juga dengan kesederhanaan bertekad mengubah nasib melalui dunia pendidikan,” ucapnya.
“Kita sering temukan guru-guru daerah terpencil harus berjalan kaki berjam-jam untuk mengajar, mereka keluar masuk hutan dan lembah, lewat jalur terjal, menyeberang sungai dengan fasilitas seadanya, dan lain sebagainya,” sambung Andreas.
Oleh karenanya, DPR selama ini terus mendorong Pemerintah untuk hadir dalam membantu meningkatkan sumber daya guru dan fasilitas di daerah 3TP (Tertinggal, Terluar dan Termiskin) agar tidak ada ketimpangan kualitas pendidikan. Andreas menyebut, ketimpangan sumber daya guru menjadi salah satu penyebab adanya gap kualitas pendidikan di kota dan daerah.
“Salah satu persoalan pendidikan di Indonesia adalah ketimpangan kualitas pendidikan antara sekolah dan kualitas pendidikan yang ada di kota dan yang ada di desa. Karena miskinnya fasilitas infrastruktur, kualitas guru dan jaminan kesejahteraan untuk guru," paparnya.
Andreas mengingatkan pentingnya negara untuk menangani permasalahan kesejahteraan guru honorer, khususnya di wilayah 3TP dan luar Pulau Jawa. Apresiasi dan penghargaan yang besar harusnya dilakukan Pemerintah terhadap guru yang rela mengabdi dengan ketulusan untuk pendidikan anak Indonesia agar tidak tertinggal.
"Kehadiran negara sangat penting dalam dunia pendidikan khususnya untuk mengubah nasib guru, peserta didik dengan memperoleh kesejahteraan yang memadai untuk kehidupan dan masa depannya,” jelas Andreas.
“Mereka telah mengabdi dengan tulus dan memberikan sumbangsih besar untuk kemajuan bangsa dan negara dengan mendidik anak bangsa. Kita harus perhatikan," imbuh Legislator dari dapil NTT I ini.
Andreas pun menekankan bahwa untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, diperlukan juga tenaga pendidik yang berkualitas. Sehingga generasi penerus bangsa dapat menerima pendidikan yang layak dari tenaga pendidik yang profesional dan berkualitas.
Andreas menilai hingga saat ini Pemerintah belum mengambil langkah pasti terhadap nasib guru honorer di Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Padahal banyak guru honorer yang tetap loyal mengajar dengan kondisi terbatas dan memprihatinkan hingga puluhan tahun lamanya.
“Janji-janji Pemerintah yang akan mengangkat guru honorer menjadi PPPK juga belum terealisasi sepenuhnya dan masih dalam pembahasan yang berlanjut. Harusnya prioritaskan guru yang betul-betul mengabdi untuk diangkat sebagai ASN,” sebutnya.
"Bangsa ini tidak akan mencapai pendidikan yang berkualitas kalau miskin guru yang berkualitas. Dan kalau guru berpenghasilan seadanya, mereka juga tidak maksimal dalam mengajar. Ini semua adalah sebab akibat," lanjut Andreas.
Seperi diketahui, video yang diunggah oleh Karyn, pemilik akun TikTok @Karryn11 berhasil menarik perhatian para netizen. Dalam video itu, Karyn bersama beberapa orang temannya mengaku tetap bertahan dan semangat mengajar meski hanya digaji Rp 250.000 per bulan.
Video viral itu mendapat respons dari Pj Bupati Ende, Agustinus G Ngasu yang menyatakan akan mengadukan aksi sejumlah guru SMKN 6 Ende ke Pemprov NTT. Ia mempersoalkan etika para guru tersebut, dan mempersoalkan status kepegawaian mereka karena diduga ada yang merupakan PPPK.
Andreas menilai, Pemda seharusnya menjadikan aspirasi para guru sebagai bagian dari evaluasi.
“Seharusnya tidak perlu resistensi. Jadikan hal itu sebagai masukan dan bagaimana Pemerintah melakukan perbaikan. Karena memang kondisi guru-guru di daerah cukup memprihatinkan, terutama para guru honorer,” tukasnya.
Aturan gaji guru sendiri tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam pasal Pasal 15 ayat (3) mengatur tentang aturan gaji guru honorer yang disebutkan gaji untuk guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat didasarkan pada perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Menurut Andreas, Indonesia sangat membutuhkan tenaga pendidik yang memiliki loyalitas dan semangat dalam mencetak generasi yang berkualitas. Salah satu pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan adalah masalah literasi.
Belakangan ini muncul kembali video viral yang menunjukan puluhan pelajar SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat yang tidak bisa membaca. Ini adalah masalah serius yang harus diselesaikan oleh Pemerintah.
"Jika kita perhatikan kesejahteraan guru honorer maka mereka akan mendidik dengan sepenuh hati. Hal tersebut akan mengurangi kasus seperti itu karena mereka akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih terhadap profesinya," ungkap Andreas.
Total pelajar yang belum bisa membaca itu ada 29 orang. Kabar tersebut disampaikan Guru SMPN 1 Mangunjaya sekaligus Koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Dian Eka Purnamasari.
Pada tahun 2019 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui "Indonesian National Assesment Programme" melakukan penilaian atau survei terkait hal ini. Hasilnya diketahui, hanya 6,06 persen siswa di Tanah Air yang memiliki kemampuan membaca yang baik. Sisanya yakni 47,11 persen cukup dan 46,83 persen lagi memiliki kemampuan membaca yang kurang.
Komisi X DPR RI yang membidangi urusan pendidikan mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat SD. Menurut Andreas, dasar-dasar literasi harus dibangun dengan kokoh sejak dini.
"Melalui peningkatan kompetensi guru, pelaksanaan program intervensi dini, dan peningkatan akses ke sumber daya pendidikan, kita bisa memastikan bahwa setiap siswa memiliki keterampilan membaca yang diperlukan untuk kesuksesan akademis dan kehidupan mereka," tuturnya.
Lebih lanjut, Andreas juga mengingatkan agar pemerintah fokus pada pendidikan inklusif di mana guru SD harus dilatih agar dapat mengidentifikasi dan mendukung siswa dengan kebutuhan khusus, termasuk yang memiliki kesulitan linguistik. Program pendidikan inklusif harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan semua siswa tanpa terkecuali.
"Kita akan dorong pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang siginifikan. Bisa dengan meningkatkan pendidikan inklusif atau bekerjasama dengan orang tua dan komunitas dalam pengawasan dan pembelajaran anak," tutup Andreas.