JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, memberikan lima catatan penting kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terkait arah dan kebijakan diplomasi Indonesia. Dalam rapat bersama Kemenlu di DPR RI Senin (2/12/2024).
Sukamta mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan, namun menekankan perlunya perhatian yang lebih serius pada sejumlah aspek untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
“Kami memberikan apresiasi terhadap langkah diplomasi politik luar negeri Presiden Prabowo yang menunjukan optimisme dan kepercayaan diri. Namun, terdapat lima catatan penting yang harus diperhatikan oleh Presiden Prabowo dan Kemenlu.
Pertama, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini menyoroti anggaran diplomasi dalam APBN 2025 yang dinilai masih sangat kecil, yakni sebesar Rp 8 triliun.
“Jika dibandingkan dengan negara seperti Australia, yang mengalokasikan setengah persen dari APBN-nya untuk diplomasi, Indonesia membutuhkan sekitar Rp20 triliun untuk mencapai tingkat yang setara. Harapannya, Kemenlu dapat memperoleh alokasi anggaran yang lebih signifikan, mengingat perhatian Presiden terhadap diplomasi dan politik luar negri” ujar Sukamta.
Kedua, Sukamta juga menyambut baik inisiatif MEDI yang diusung oleh Kemenlu, namun menekankan pentingnya rincian anggaran yang lebih jelas untuk mendukung langkah ini. Ia juga menyoroti perlunya restrukturisasi infrastruktur diplomasi, termasuk pengelolaan aset sumber daya manusia.
“Restrukturisasi Kemenlu sudah mendesak, terutama untuk menciptakan diplomat dengan keahlian spesifik di wilayah tertentu, seperti Timur Tengah dan ASEAN,” jelasnya.
Catatan ketiga, mengenai isu luar negeri, Doktor lulusan Inggris ini mempertanyakan konsep "Middle Power" yang belum jelas secara definisi dan kebijakan yang akan dilakukan.
“Sebagai salah satu kekuatan diplomasi global, Indonesia sering disebut sebagai middle power. Namun, konsep ini perlu dijelaskan lebih rinci. Apakah maksudnya sebagai negara penengah atau mediator konflik global? Penekanan pada peran ini penting untuk memperkuat sentralitas ASEAN dan menjembatani rivalitas negara besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok,” tambahnya.
Isu luar negeri lain sebagai catatan keempat yang menjadi perhatian rakyat Indonesia yaitu mengenai area disputed overlap di Laut Cina Selatan, Sukamta mengingatkan potensi dispute atau sengketa di masa depan.
“Tiongkok belum pernah memberikan koordinat konkret terkait klaim mereka. Sementara itu, undang-undang Indonesia juga tidak menyebut Tiongkok sebagai negara berbatasan langsung. Posisi Indonesia harus tegas agar tidak dimanfaatkan pihak lain,” tegasnya.
Terakhir, Sukamta menekankan pentingnya Indonesia berpegang teguh pada konstitusi dalam menyikapi konflik Israel-Palestina.
“Indonesia harus tetap menolak hubungan diplomatik dengan Israel dan proaktif membantu perjuangan kemerdekaan Palestina. Bahkan jika terdapat tawaran seperti Abraham Accords atau model perjanjian lain yang memberikan keuntungan besar kepada Indonesia namun dengan syarat Indonesia menjalin hubungan dengan Israel. Sikap tegas ini sejalan dengan amanah konstitusi dan nilai-nilai kemanusiaan. Indonesia juga harus memainkan peran lebih besar dalam menjaga perdamaian dunia dan memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina,” ungkap Sukamta.
Lima catatan penting ini, Sukamta berharap Kemenlu dapat memperkuat strategi diplomasi yang lebih progresif dan efektif dalam menghadapi dinamika global.