Sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia. Prinsip ini menegaskan bahwa pemerintahan harus berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, dengan menempatkan musyawarah dan mufakat sebagai mekanisme utama pengambilan keputusan.
Dalam konteks Demokrasi Pancasila, proses pemilihan umum (Pemilu) menjadi instrumen penting untuk memastikan kedaulatan rakyat terwujud. Pemilu memungkinkan rakyat memilih wakil-wakilnya di DPRD dan DPR yang kemudian bertugas membentuk pemerintahan daerah maupun pusat. Namun, dalam pelaksanaannya, prinsip musyawarah untuk mufakat juga tetap harus dijaga agar setiap keputusan yang diambil mencerminkan kehendak kolektif rakyat.
Mekanisme Demokrasi Pancasila dalam Pemilu
Pemilu yang digelar di bawah payung Demokrasi Pancasila melibatkan partai politik dengan berbagai tingkatan, mulai dari partai yang telah memiliki fraksi, partai baru, hingga partai lokal yang spesifik untuk daerah tertentu. Prinsip one man, one vote menjadi landasan utama, di mana suara rakyat secara langsung menentukan pemenang.
Dalam praktiknya, kemenangan dalam Pemilu ditentukan oleh suara terbanyak. Misalnya, jika suatu daerah memiliki alokasi 100 kursi DPRD, maka pembagian suara akan menunjukkan partai pemenang berdasarkan perolehan suara terbanyak. Dari partai pemenang ini, kader dengan suara tertinggi biasanya menjadi representasi utama yang diusulkan untuk memimpin pemerintahan daerah.
Namun, Demokrasi Pancasila juga memberikan ruang bagi mekanisme musyawarah dan mufakat. Wakil rakyat yang terpilih dapat bermusyawarah untuk menentukan pemimpin daerah, tidak semata-mata berdasarkan suara mayoritas. Dengan cara ini, kader dari partai dengan jumlah kursi kecil pun memiliki peluang untuk terpilih sebagai kepala daerah jika mampu menyampaikan program kerja yang meyakinkan dan didukung mayoritas anggota DPRD.
Implementasi Nilai Musyawarah dan Hikmat
Prinsip musyawarah untuk mufakat sebagaimana diamanatkan sila keempat Pancasila menciptakan ruang dialog yang adil bagi semua pihak. Hal ini menegaskan bahwa demokrasi Indonesia bukan sekadar kompetisi politik, melainkan juga kolaborasi untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Sistem ini juga menghindarkan kita dari praktik politik transaksional yang mengabaikan esensi keadilan. Dengan musyawarah, keputusan yang diambil tidak hanya mengedepankan angka atau kekuatan politik tertentu, tetapi juga mengakomodasi aspirasi rakyat secara keseluruhan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Dalam konteks pemerintahan saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, diharapkan nilai-nilai Demokrasi Pancasila dapat diimplementasikan secara murni dan konsekuen. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa prinsip musyawarah untuk mufakat tidak tereduksi oleh kepentingan politik pragmatis.
Demokrasi Pancasila harus mampu menjadi penyeimbang antara sistem pemilihan langsung yang berbasis suara mayoritas dengan mekanisme musyawarah yang mengedepankan kebijaksanaan kolektif. Proses ini menuntut keterbukaan, integritas, dan komitmen untuk menjadikan rakyat sebagai pusat dari setiap keputusan politik.
Dengan semangat juang yang tinggi, semoga pemerintahan yang terbentuk dapat benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, memajukan kesejahteraan, dan menjaga persatuan bangsa. Sila keempat Pancasila bukan sekadar landasan normatif, tetapi panduan nyata bagi terwujudnya demokrasi yang adil, efektif, dan berkeadaban.
Salam Juang,
BeathorSuryadi
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #