Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang melarang penjualan Elpiji 3 Kg oleh pengecer menuai polemik dan kecaman. Kebijakan tersebut dianggap merugikan masyarakat kecil dan bahkan diduga berkontribusi terhadap insiden tragis meninggalnya seorang ibu berusia 63 tahun di Pamulang, Tangerang Selatan. Reaksi keras pun muncul, termasuk dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta Menteri ESDM segera membatalkan kebijakan tersebut.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah, atas dasar apa Bahlil mengambil kebijakan ini? Apakah ada perintah dari Presiden, atau justru inisiatif pribadi yang kurang mempertimbangkan dampaknya? Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa larangan tersebut bukanlah perintah dari Prabowo. Jika demikian, publik berhak mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas keputusan ini.
Potensi Sanksi bagi Bahlil Lahadalia
Sebagai pejabat publik, setiap kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan kesejahteraan rakyat. Jika kebijakan tersebut menimbulkan dampak negatif yang luas, maka perlu ada pertanggungjawaban. Ada tiga kemungkinan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Menteri Bahlil:
1. Teguran Resmi
Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) dapat memberikan teguran tertulis kepada Bahlil. Teguran ini penting sebagai bentuk peringatan dan pertanggungjawaban kepada publik. Transparansi dalam menyampaikan teguran juga akan menunjukkan komitmen pemerintah terhadap kepentingan rakyat.
2. Pencopotan dari Jabatan Menteri
Jika kebijakan ini terbukti diambil tanpa koordinasi dengan Presiden dan mengganggu stabilitas program pemerintah, pencopotan dari jabatan bisa menjadi opsi. Keputusan sepihak yang berdampak luas dan berpotensi merusak citra pemerintahan adalah hal yang tidak bisa ditoleransi.
3. Proses Hukum
Dalam kasus yang lebih serius, Bahlil bisa dimintai pertanggungjawaban hukum. Jika kematian warga akibat antrean Elpiji 3 Kg dikategorikan sebagai kelalaian yang menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), atau bahkan dianggap sebagai perbuatan dengan kesengajaan terselubung (dolus eventualis) sesuai Pasal 338 KUHP, maka proses hukum harus ditegakkan.
Rekam Jejak Kontroversial
Bahlil bukanlah sosok yang asing dari kontroversi. Pernyataannya tentang keinginan pengusaha agar Jokowi menjabat tiga periode, pembelaannya terhadap proyek IKN, hingga persoalan gelar akademik yang dipersoalkan, menunjukkan rekam jejak yang kerap menuai kritik. Selain itu, kebijakan terkait perizinan tambang yang diberikan kepada ormas keagamaan juga menimbulkan perdebatan.
Sebagai bagian dari kabinet Prabowo, Menteri ESDM seharusnya berperan dalam mendukung visi dan program pemerintahan yang berpihak kepada rakyat. Namun, kebijakan yang diambil Bahlil justru menimbulkan gejolak sosial dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kesimpulan
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintahan Prabowo dalam menegakkan disiplin kabinet dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kepentingan rakyat. Jika Bahlil tidak segera memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban yang memadai, maka langkah tegas perlu diambil.
Apakah Bahlil akan menunjukkan empati dengan mendatangi keluarga korban dan meminta maaf? Ataukah ia akan tetap bertahan dengan keputusannya? Publik menanti kejelasan dan tindakan tegas dari pemerintah.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung,5Februari2025
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #