JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Badan Legislasi (Baleg DPR RI) I Nyoman Parta meminta agar bunyi pasal 108 A dalam revisi UU Minerba dibuat lebih flexible.
Hal tersebut dilontarkan Parta dalam rapat panja laporan Timus/Timsin atas hasil pembahasan RUU Minerba.
Parta beralasan, flexibilitas diperlukan mengingat dalam rumusan pasal 108 A ada persoalan hak masyarakat hukum adat. Parta menilai, rumusan Pasal 108 A belum merepresentasikan keadilan bagi hak masyarakat hukum adat.
“Jadi tolong dibantu, Pasal 108 A itu dibuat lebih lunak lagi. Jangan hak masyarakat hukum adat itu hanya sekedar mendapatkan CSR semata dari perusahaan saja,” kata Politikus PDIP itu dalam rapat pembahasan RUU Minerba, Senin (17/2/2025).
Dalam rapat tersebut, Parta dengan nada tinggi sedikit memprotes bahwa pemerintah harus bisa membedakan hak masyarakat hukum adat dan pakaian adat istiadat.
“Jadi hak masyarakat hukum adat itu adalah hak yang dikelola turun temurun berdasarkan hukum adat. Nah, sementara pakaian Bali itu adalah pakaian tradisional adat istiadat, jadi sangat berbeda sekali antara cara berpakaian dengan hak ulayat,” tegas Parta.
Menurut Parta, pemberian hak khusus tidak bisa diberikan kepada semua masyarakat yang berada di sekitar wilayah tambang. Pasalnya, tidak semua daerah di Indonesia memiliki masyarakat hukum adat, artinya setiap daerah memiliki kearifan lokal masing-masing.
“Jangan karena kita melakukan eksploitasi seolah olah hanya mendapatkan pemberdayaan saja, atau CSR saja. Padahal mereka memiliki hak atas tanah itu meski haknya dibatasi oleh UUD pasal 33, karena berada dalam wilayah NKRI,” tandasnya.
Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) pada rapat paripurna, Selasa (18/2/2025). Adapun kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat satu di ruang sidang Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).