JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pengacara Ted Sioeng, Julianto Asis akan melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY). Sebab, majelis hakim tersebut tetap menggelar sidang kasus dugaan penipuan dan/atau penggelapan dengan terdakwa Ted Sioeng yang sedang terbaring di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
“Kami akan adukan dan ajukan keberatan ke Pengawas di MA namanya Badan Pengawas. Kami akan ajukan juga ke Komisi Yudisial sama Komnas HAM. Dalam waktu dekat ini,” kata Julianto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 12 Maret 2025.
Padahal, kata dia, Tim Penasihat Hukum sudah menyampaikan kepada Majelis Hakim kalau terdakwa Ted Sioeng kondisinya masih di rumah sakit. Akan tetapi, lanjut dia, Majelis Hakim malah tetap menggelar sidang dengan agenda membacakan vonis terhadap Ted Sioeng.
“Saya sudah sampaikan kalau ada orang dengan kondisi yang terbaring di rumah sakit dipaksa ikut sidang. Ini terlepas dari substamsi putusannya, tetapi tata cara persidangan ini sangat tidak manusiawi. Kondisinya terdakwa sangat tidak memungkinkan,” tegas dia.
Tentunya, Julianto mengatakan putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Ted Sioeng ini bisa menjadi yurisprudensi bilamana terdakwa sakit harus tetap digelar sidangnya. Selain itu, lanjut dia, peralatan persidangan Ted Sioeng pun tidak memadai hanya pakai handphone.
“Berarti siapa pun nantinya yang dalam kondisi seperti terdakwa (Ted Sioeng) bisa dilakukan persidangannya. Karena Majelis Hakim PN Jaksel sudah menerapkan itu. Apa alasan untuk tetap melanjutkan persidangan ini. Apa urgensinya? Apakah ada situasi yang emergency? Ada desakan atau apa dan sebagainya. Peralatannya juga tidak memadai, di ponsel itu sangat tidak layak,” ujarnya.
Padahal, Julianto mengatakan Majelis Hakim selalu menanyakan kondisi terdakwa setiap persidangan sebelum dimulai. Bahkan, ia menganalogikan bagaimana jika Majelis Hakim atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) sakit apakah persidangan tetap digelar atau ditunda.
“Menurut kami kondisi kesehatan akan menjadi faktor menentukan terdakwa ditanyai bagaimana dengan putusannya. Pertimbangan hukumnya seperti apa. Kalau hakim yang sakit, sidang lanjut enggak? Kalau jaksa yang sakit, sidang lanjut enggak? Kalau terdakwa tetap lanjut, enggak fair namanya. Kami akan teruskan ke Komisi 3 DPR RI. Ini terlepas dari segala hal. Kami minta kelayakan tata cara persidangan,” cetus Julianto.
Diketahui, sidang Ted Sioeng ini diagendakan pembacaan vonis pada Rabu, 5 Maret 2025. Namun, sidang ditunda lantaran terdakwa Ted Sioeng dibawa ke Rumah Sakit Adhyaksa oleh jaksa penuntut umum pada Senin, 10 Maret 2025.
Kemudian, Majelis Hakim kembali menunda sidangnya lantaran Ted Sioeng dilarikan ke Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Sidang agenda vonis pun ditunda pada Rabu, 12 Maret 2025.
Ketua Majelis Hakim Fitrah Renaldo sempat menyampaikan bahwa dalam hal penegakan hukum harus tetap memperhatikan segala peraturan perundang-undangan. Dalam persidangan, kata Fitra, sudah selayaknya hal yang ditanyakan pertama kali adalah kondisi kesehatan terdakwa oleh Majelis Hakim.
“Terdakwa memang dalam hal penegakan hukum kita juga harus memperhatikan segala peraturan perundang-undangan yang terkait dalam hal ini. Karena sepertinya untuk berkomunikasi pun tidak bisa dengan terdakwa ini. Di persidangan itu sudah layaknya yang ditanyakan pertama kondisi terdakwa, apakah sehat atau tidak. Ini saja sudah sama-sama kita saksikan beliau lagi dirawat. Jadi dengan ini, majelis hakim memutuskan untuk sidang ditunda pembacaan putusan pada hari Senin, 10 Maret 2025,” kata Fitra pada Rabu, 5 Maret 2025.
Hukum Dijadikan Alat
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman mengungkapkan kekhawatirannya akan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam sistem hukum di Indonesia. Bahkan secara spesifik dirinya pun menyebut kasus Ted Sieong yang dituduh penggelapan dan penipuan oleh Bank Mayapada.
Hal ini tandasnya, menjadi salah satu bukti penyimpangan besar yang mencoreng penegakan hukum.
"Banyak peristiwa pidana yang direkayasa. Mau kasih contoh? Kasus Sambo. Itu kan rekayasa peristiwa pidana. Ada juga contoh lainnya, seperti kasus pengusaha Ted Sioeng. Itu peristiwa pidana yang direkayasa, fiktif," tegasnya saat rapat dengan Komisi Yudisial, beberapa waktu lalu.
Menurut Benny, kondisi ini menunjukkan bahwa hukum sering kali dijadikan sebagai alat oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan. "Yang terjadi kesimpulannya Bapak-Bapak KY yang sangat saya hormati, hukum itu dijadikan alat. Penegak hukum juga dijadikan alat," jelasnya.
Lebih lanjut, Benny menyatakan, hukum dan alat penegak hukum kini menjadi "boneka" bagi oligarki yang memiliki kekuasaan. "Hukum menjadi alat, alat penegak hukum juga menjadi boneka. Bonekanya siapa? Bonekanya oligarki," ungkapnya dengan tegas.
Benny juga mengajukan usulan untuk mereformasi sistem hukum dengan melibatkan hakim komisaris yang akan mengawasi setiap tindakan polisi dan jaksa dalam menetapkan tersangka dan memeriksa orang. Namun, ia mengakui bahwa usulan tersebut tidak disambut baik oleh sebagian pihak di kepolisian.
"Mohon maaf teman-teman kita di polisi tidak suka dengan ini," tambahnya.
Menanggapi itu, anggota KY Binziad Kadafi mengakui dalam perkara perdata saat ini disertai dengan pidana. Tujuannya, agar si penggugat dapat memperkuat kepentingannya itu.
"Pidana itu ultimum remedium. Tetapi hari ke hari banyak gugatan perdata didampingi dengan laporan pidana. Tujuannya memberikan tekanan menambah bergeming penggugat agar kepentingan itu dapat bisa terpenuhi," katanya.
Diketahui, Mayapada telah menggugat pailit Sioengs Group. Dalam keterbukaan informasi, MAYA menyebut Sioengs memiliki kredit macet Rp1,55 triliun di bank milik konglomerat Tahir tersebut.
Kemudian Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan Sioengs pailit lewat putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst. Ted Sioeng kemudian menjadi buronan Interpol pada 2023 dan akhirnya ditangkap polisi setelah dilaporkan Bank Mayapada atas tuduhan penipuan dan penggelapan.