JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie, Aditya Batara Gunawan, menilai ada dua tantangan utama dalam tata kelola intelijen, yaitu pengelolaan sumber daya manusia dan mekanisme pengawasan.
"Pengawasan intelijen yang saat ini dilakukan oleh Komisi I DPR RI melalui Timwas Intelijen masih bersifat politis. Perlu ada pemikiran mengenai model pengawasan intelijen yang lebih memadai," ujar Aditya dalam diskusi bertajuk "Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen", yang diselenggarakan pada Rabu (19/3/2025) di Kampus Universitas Bakrie, Rasuna Said, Jakarta.
Senada dengan Aditya, Rizal Darma Putra menekankan pentingnya pengawasan yang akuntabel. "Meskipun pengawasan intelijen tidak dapat sepenuhnya transparan, prinsip akuntabilitas tetap sangat penting dalam kontrol demokratis," katanya.
Sebagai tambahan, Rizal juga menyoroti perlunya tim pengawas intelijen memiliki kewenangan penyidikan ketika terjadi penyimpangan. Dalam aspek kelembagaan intelijen, Rodon Pedrason menilai bahwa BIN telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
"Lembaga BIN saat ini lebih akademis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis, dengan adanya penambahan kedeputian baru seperti siber serta komunikasi dan informasi," paparnya. Saat ini, BIN memiliki sembilan kedeputian.
Di sisi lain, Andhika Dinata menyoroti perubahan kultur dalam dunia intelijen. "Intelijen saat ini semakin terbuka, padahal seharusnya tetap mengedepankan prinsip incognito (kerahasiaan)," ucapnya.
Andhika juga menyoroti minimnya keterlibatan masyarakat sipil dalam struktur kelembagaan BIN. Sementara itu, Diyauddin memberikan perhatian pada aspek teknologi intelijen.
"Selama teknologi intelijen yang kita gunakan bukan hasil pengembangan sendiri, maka akan selalu ada risiko keamanan," ujarnya. Senada dengan Diyauddin, Awani Yamora Masta menekankan pentingnya penanganan ancaman siber yang semakin berkembang.
"Saat ini, ancaman siber seperti disinformasi dan manipulasi data harus segera ditindaklanjuti," katanya.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain:
Mayjen TNI (Purn.) Dr. rer. pol. Rodon Pedrason, M.A. (Gubernur Sekolah Tinggi Intelijen Negara 2017–2020)
Dr. Rizal Darma Putra (Direktur Eksekutif LESPERSSI)
Dr. rer. pol. Aditya Batara Gunawan (Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie)
Muhammad Haripin, Ph.D. (Peneliti Pusat Kajian Politik BRIN)
Broto Wardoyo, Ph.D. (Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia)
Awani Yamora Masta, M.Si. (Kepala Kantor Internasional FISIP UI)
Diyauddin (Analis Utama Maha Data Lab 45)
Andhika Dinata (Jurnalis inilah.com)
Diskusi ini dipandu oleh Yudha Kurniawan (Kepala Laboratorium Ilmu Politik Universitas Bakrie). Acara diawali dengan refleksi terhadap dinamika reformasi intelijen pasca-lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mendalam mengenai kelembagaan intelijen di Indonesia, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN).