Oleh Tim Teropong Senayan pada hari Jumat, 18 Apr 2025 - 14:08:00 WIB
Bagikan Berita ini :

IMF, PPP, dan Janji Berdiri di Kaki Sendiri: Membongkar Ilusi Global dan Tantangan Kemandirian Ekonomi Nasional

tscom_news_photo_1744960073.jpg
IMF (Sumber foto : Tirto.id)

JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Di tengah gelombang sanjungan terhadap potensi ekonomi Indonesia dari berbagai lembaga internasional, satu pertanyaan mendasar harus diajukan: benarkah kita sedang menuju kekuatan ekonomi mandiri, atau justru terseret arus opini global yang meninabobokan?

Salah satu sumber euforia adalah laporan IMF yang menyebut Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi besar dunia berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP). Di atas kertas, posisi Indonesia tampak mengesankan. Tapi mari kita kritisi: PPP hanyalah ukuran daya beli internal, bukan indikator kekuatan riil dalam perdagangan global, apalagi dalam menghadapi defisit transaksi berjalan atau ketergantungan utang.

Lebih jauh lagi, IMF sebagai lembaga kreditor global kerap memainkan dua peran sekaligus: sebagai pengamat ekonomi dan sekaligus pengatur kebijakan negara-negara penerima bantuan. Wajar bila Donald Trump pernah menyindir IMF sebagai institusi bias yang lebih banyak mengamankan kepentingan para donor besar — bukan murni membantu kemandirian negara berkembang.

Dan ini bukan semata retorika. Sejarah mencatat banyak negara terjebak dalam “jebakan utang” dan paket kebijakan yang justru melemahkan kemandirian fiskal, menghancurkan sektor pertanian dan manufaktur lokal, serta membuka keran privatisasi yang merugikan negara dalam jangka panjang.

Prabowo dan Janji Berdiri di Kaki Sendiri

Dalam konteks inilah penting menyoroti janji politik Presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia berulang kali menekankan pentingnya “berdiri di kaki sendiri” — sebuah narasi yang mengingatkan pada semangat Trisakti Bung Karno. Salah satu manifestasinya adalah gagasan DANANTARA (Dana Nusantara): strategi pembiayaan pembangunan dari dalam negeri, memanfaatkan potensi kekayaan nasional, termasuk sumber daya alam, dana pensiun nasional, dan optimalisasi BUMN.

Namun komitmen ini akan segera diuji. Sebab kita masih berada dalam lanskap ekonomi yang dikelilingi oleh kreditor global, teknokrat yang dibesarkan dalam paradigma pasar bebas, dan para elit ekonomi domestik yang lebih fasih bicara dalam bahasa utang dan konsesi, ketimbang membangun daya tahan ekonomi nasional.

Belajar dari Negara yang Berani Mandiri

Beberapa negara telah membuktikan bahwa keberanian untuk menolak resep IMF bisa menjadi kunci kemandirian sejati:

Malaysia (1997–1998) di bawah Mahathir Mohamad menolak bailout IMF, memilih menutup arus modal spekulatif, mengontrol nilai tukar, dan melakukan nasionalisasi terbatas. Hasilnya: Malaysia pulih lebih cepat daripada Indonesia.

Islandia (2008) justru membiarkan bank kolaps, menolak membayar utang kepada investor asing, dan memenjarakan para bankir. Dengan cara sendiri, negara kecil ini bangkit tanpa tunduk pada pola pikir neoliberal.

Bolivia (2006 ke atas) di bawah Evo Morales menasionalisasi gas dan tambang, serta mengusir IMF dari ranah kebijakan fiskal nasional. Bolivia mencatatkan penurunan signifikan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan negara.


Ketiganya punya satu benang merah: keberanian politik dan konsistensi ideologis untuk menomorsatukan rakyat, bukan investor asing.

Elit Ekonomi Domestik: Dari Teknokrat hingga Calo Investasi

Namun, tantangan terbesar bagi Indonesia justru berasal dari dalam: para elit ekonomi domestik yang menjadi agen penghubung bagi kepentingan asing. Sebagian dari mereka duduk di lingkaran kekuasaan, sebagian lagi bersuara lantang di forum-forum internasional — menawarkan aset strategis, tenaga kerja murah, dan relaksasi regulasi atas nama “iklim investasi”.

Tak sedikit ekonom dan mantan pejabat tinggi yang secara aktif menjadi juru bicara lembaga donor. Mereka membungkus narasi utang dan liberalisasi dengan istilah "reformasi struktural", padahal ujung-ujungnya adalah privatisasi dan penghapusan peran negara dalam sektor vital.

Inilah yang harus diwaspadai Prabowo dan timnya: jangan sampai visi kemandirian ekonomi yang ia gaungkan justru dikandaskan oleh para calo investasi berseragam teknokrat.

Menuju Ekonomi Berdaulat: Agenda Mendesak

Untuk benar-benar berdiri di kaki sendiri, pemerintahan ke depan harus menempuh beberapa langkah nyata:

1. Audit total ketergantungan pada pinjaman luar negeri, termasuk skema utang BUMN dan swasta yang dijamin negara.


2. Reformasi birokrasi investasi agar bukan hanya cepat, tapi juga adil dan berorientasi kemandirian.


3. Penguatan institusi keuangan nasional, termasuk pembentukan lembaga Dana Nusantara yang transparan, profesional, dan pro-rakyat.


4. Penataan ulang peran elit teknokrat agar selaras dengan kepentingan nasional, bukan agenda lembaga asing.


5. Revisi kurikulum ekonomi agar tidak semata mengandalkan teori pasar bebas, tapi juga mencetak pemikir ekonomi pembangunan berbasis kerakyatan.

Indonesia punya peluang emas. Tapi hanya bila pemerintahnya berani mengambil jalan yang tidak populer, jalan yang tidak disetujui IMF, tapi dirindukan oleh rakyat: kedaulatan ekonomi sejati.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
IDUL FITRI 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
IDUL FITRI 2025 WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2025 HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2025 HERMAN KHAERON
advertisement
Lainnya
Opini

Candu Kekuasaan dan Lenyapnya Jati Diri Pemimpin

Oleh Ariady Achmad
pada hari Jumat, 18 Apr 2025
JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Kekuasaan, pada hakikatnya, adalah amanah. Namun sejarah dunia berulang kali menunjukkan bahwa kekuasaan juga bisa menjelma menjadi candu—menggiurkan, memabukkan, ...
Opini

Menimbang Dampak Kesepakatan Tarif Impor dengan Amerika Serikat terhadap Perekonomian Indonesia

JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.COM - Dalam upaya mempererat hubungan ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat, kesepakatan negosiasi tarif impor baru yang melibatkan peningkatan jumlah impor barang ...