Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Rabu, 28 Mei 2025 - 16:32:28 WIB
Bagikan Berita ini :

SD-SMA Swasta Kini Wajib Gratis, Legislator: Harapan Bagi Masyarakat untuk Akses Pendidikan Bermutu dan Berkeadilan

tscom_news_photo_1748424748.jpg
My Esti Wijayati (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan Pemerintah menyediakan pendidikan dasar secara gratis, termasuk di sekolah swasta. Esti menyebut keputusan tersebut sebagai langkah penting dalam memperkuat amanat konstitusi yakni hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dasar.

"Putusan ini sangat baik, kami tentunya mendukung karena ini adalah bentuk pemenuhan hak dasar warga negara untuk mendapatkan pendidikan," kata MY Esti Wijayanti, Rabu (28/5/2025).

Esti mengingatkan, konstitusi UUD 1945 mengamanatkan kewajiban Negara untuk hadir membantu masyarakat, khususnya yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan layak.

Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’.

"Negara memang berkewajiban hadir, terutama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang terpaksa mengakses pendidikan swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri," lanjutnya.

Seperti diketahui, MK mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MK memerintahkan Pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun untuk masyarakat di sekolah swasta.

Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa adalah ibu rumah tangga, sementara Riris bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Putusan dibacakan pada sidang di gedung MK Selasa (27/5).

Dalam putusannya, MK menegaskan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus menjamin terwujudnya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar secara gratis. Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Dalam pertimbangannya, hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, menilai frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya untuk sekolah negeri menimbulkan kesenjangan. Akibatnya, ada keterbatasan daya tampung di sekolah negeri hingga peserta didik terpaksa bersekolah di sekolah swasta.

“Keputusan MK tersebut menjadi harapan bagi seluruh masyarakat untuk bisa mendapat akses pendidikan yang bermutu dan berkeadilan untuk semua,” ungkap Esti.

Esti juga sepakat dengan pertimbangan MK, mengingat banyak terjadi anak-anak dari keluarga kurang mampu kesulitan saat menempuh pendidikan di sekolah swasta akibat kesulitan membayar.

“Ini salah satu persoalan di dunia pendidikan kita. Saat anak-anak dari keluarga mampu tidak bisa tertampung di sekolah negeri dengan berbagai alasan, mereka mau tidak mau bersekolah di swasta,” jelasnya.

“Dan tak sedikit yang tertatih-tatih. Mereka tidak bisa bayar SPP, akhirnya tidak bisa ikut ujian, atau bahkan tidak bisa mengambil ijazahnya karena belum lunas biaya pendidikan di sekolah. Tidak sedikit juga yang akhirnya putus sekolah. Maka pendidikan gratis memang harus juga berlaku di sekolah swasta,” sambung Esti.

Meski demikian, Esti berpandangan pelaksanaan kebijakan ini membutuhkan pendekatan yang lebih kontekstual sebab tidak semua sekolah swasta dapat diperlakukan sama karena adanya perbedaan orientasi, segmen pasar, hingga standar kualitas layanan pendidikan.

"Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi,” papar Legislator dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut.

“Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas,” tambah Esti.

Untuk itu, Esti menekankan pentingnya klasifikasi terhadap sekolah swasta dalam implementasi keputusan MK. Ia meminta Pemerintah untuk memberikan fokus dukungan kepada sekolah swasta yang berkontribusi membuka akses pendidikan dasar di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), serta di kawasan perkotaan padat yang kekurangan sekolah negeri.

“Yang perlu dihitung adalah berapa anggaran yang dibutuhkan. Termasuk sekolah-sekolah swasta yang perlu diperhitungkan anggaran untuk operasionalnya seperti gaji guru, tenaga kependidikan, fasilitas, dan sebagainya,” terang Esti.

“Khususnya sekolah swasta yang menampung banyak masyarakat kurang mampu, sekolah swasta di daerah 3T, dan lain-lain,” imbuhnya.

Esti mengatakan perencanaan anggaran yang matang perlu digarisbawahi agar kebijakan baru nantinya tetap mengutamakan kualitas pendidikan. Ia meminta pemerintah meninjau ulang struktur alokasi anggaran pendidikan yang selama ini dialokasikan 20% dari APBN sebagaimana amanat dari undang-undang.

"Ini saatnya Pemerintah meninjau kembali struktur anggaran. Realokasi anggaran pendidikan yang 20% dari APBN, agar penggunaannya tepat dan sesuai regulasi yang ada,” sebut Esti.

Menurut pimpinan Komisi Pendidikan DPR tersebut, diperlukan perencanaan dan kalkulasi yang matang mengenai anggaran menyusul adanya putusan kewajiban sekolah gratis dari SD sampai SMA. Dengan begitu, kata Esti, kebijakan yang hadir benar-benar menjawab kebutuhan riil di lapangan.

"Tidak hanya sekadar memenuhi angka formal, tetapi juga menjamin bahwa seluruh biaya operasional, mulai dari gaji guru, fasilitas, hingga kebutuhan dasar lainnya tetap berjalan, meski diberlakukan kebijakan gratis," ungkapnya.

Lebih lanjut, Esti menegaskan bahwa Komisi X DPR akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat. Termasuk mengawal pembahasan anggaran agar kebijakan pendidikan gratis ini berjalan adil dan efisien, tanpa menurunkan kualitas pendidikan nasional.

"Pendidikan gratis adalah tujuan luhur, tetapi harus dibarengi dengan mekanisme pelaksanaan yang cerdas,” tutur Esti.

“Kualitas pendidikan tidak boleh turun hanya karena kebijakan tidak disertai dengan perencanaan anggaran dan klasifikasi yang matang. Negara wajib hadir dengan solusi, bukan hanya dengan aturan," pungkasnya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement