JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mengkritik pendekatan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) yang mendorong masyarakat Indonesia mencari pekerjaan ke luar negeri demi menekan angka pengangguran di Tanah Air. Menurutnya, dorongan tersebut merupakan bentuk cara pintas yang justru melemahkan kedaulatan sistem ketenagakerjaan nasional.
"Mendorong warga mencari kerja ke luar negeri tidak bisa dijadikan solusi utama pengentasan pengangguran. Ini cara berpikir darurat yang justru mengabaikan tanggung jawab negara untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang sehat dan berdaulat," kata Nurhadi, Selasa (1/7/2025).
Seperti diketahui, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding mendorong masyarakat bekerja di luar negeri secara resmi. Hal ini ia sampaikan saat menyoroti angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah yang cukup besar.
Karding mengatakan di Jawa Tengah terdapat 1 juta pengangguran yang belum terserap dunia pekerjaan. Sementara, secara nasional angka pengangguran di Indonesia telah melampaui 70 juta orang. Menurutnya, pilihan bekerja di luar negeri bisa menjadi salah satu solusi.
Terkait hal ini, Nurhadi berpandangan seharusnya KemenP2MI lebih fokus pada pembangunan ekosistem kerja dalam negeri.
"Mengirim tenaga kerja ke luar negeri itu hanyalah jalan pintas, bukan jalan keluar. Kita tentu menghargai pekerja migran yang berjasa menggerakkan devisa negara," tuturnya.
"Tapi ketika Pemerintah justru mengarahkan rakyat untuk ‘berbondong-bondong’ mencari kerja di negeri orang, maka ini adalah alarm bahwa ekosistem kerja dalam negeri sedang lumpuh atau tak mendapat perhatian serius," imbuh Nurhadi.
Anggota komisi di DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan itu pun mempertanyakan keberpihakan negara terhadap industrialisasi yang berbasis potensi lokal. Nurhadi menyoroti perlunya dukungan nyata terhadap UMKM, ekonomi desa, dan sektor padat karya yang selama ini menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Di mana keberpihakan negara terhadap industrialisasi berbasis potensi lokal? Bagaimana nasib UMKM, ekonomi desa, dan sektor-sektor padat karya yang semestinya menyerap jutaan angkatan kerja?” tukas Legislator dari Dapil Jawa Timur VI tersebut.
“Alih-alih memobilisasi warga keluar, negara seharusnya memobilisasi sumber daya dan kebijakan ke dalam menciptakan pekerjaan yang layak, bukan hanya tersedia," sambung Nurhadi.
Selain itu, Nurhadi juga menyoroti lemahnya sistem perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan menyinggung ribuan kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap PMI yang belum tertangani dengan baik.
"Ribuan kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) belum terselesaikan. Apakah sistem pelatihan, pendampingan, hingga perlindungan hukum bagi PMI sudah kuat? Jangan sampai negara melepas warganya ke pasar kerja global tanpa perisai yang memadai," tegasnya.
Nurhadi pun menyebut dorongan agar masyarakat Indonesia keluar negeri demi mencari kerja tidak sejalan dengan semangat nasional yang ingin anak-anak bangsa berprestasi membangun negaranya. Ia kemudian menyinggung soal fenomena #kaburajadulu yang sempat ramai beberapa waktu lalu.
Adapun #kaburajadulu merupakan tagar yang ramai di media sosial beberapa waktu lalu. Ungkapan ini sering digunakan sebagai bentuk kekecewaan atau frustrasi terhadap kondisi di Indonesia, khususnya oleh anak muda, dan sebagai dorongan untuk mencari peluang atau kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
“Menjadi ironi di saat kita berupaya menekan fenomena #kaburajadulu tapi pemangku kepentingan justru terkesan mendukungnya. Pemerintah punya tanggung jawab memastikan penyediaan lapangan kerja bagi warganya. Ini adalah amanat konstitusi,” jelas Nurhadi.
Sebagai solusi jangka panjang, Anggota Fraksi NasDem itu menekankan pentingnya pendekatan struktural dan berdaulat dalam mengatasi pengangguran. Nurhadi mendorong pembangunan pusat vokasi yang terintegrasi dengan kebutuhan industri nasional, serta hilirisasi sektor-sektor primer untuk menciptakan pekerjaan yang bermartabat.
"Bangun pusat-pusat vokasi yang terintegrasi dengan kebutuhan industri nasional. Dorong hilirisasi sektor primer agar rakyat bekerja sebagai pengolah, bukan hanya sebagai buruh kasar,” sebutnya.
“Reformasi kebijakan ketenagakerjaan harus fokus pada job creation, bukan job exportation," tutup Nurhadi.