JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim mendukung kebijakan pemerintah yang memungut pajak dari e-Commerce atau pedagang online. Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang disahkan pada 14 Juli lalu.
“Kebijakan pemungutan pajak untuk pedagang online oleh pemerintah adalah langkah positif yang mesti didukung oleh banyak pihak, tapi jangan membebani konsumen dan mempersulit wajib pajak,” ujar Gus Rivqy sapaan akrabnya, Rabu (16/7).
Pajak yang dipungut melalui platform seperti Shopee, Tokopedia dan marketplace lainnya, lanjut Gus Rivqy mekanismenya sedapat mungkin dibuat memudahkan wajib pajak untuk membayarkan pajaknya. Selain mudah, mekanisme ini juga menjamin keamanan data pedagang online yang terkena wajib pajak.
“Mekanisme ini yang perlu dirancang matang oleh platform marketplace, dan pemerintah yang diantaranya dapat melibatkan kementerian keuangan dan kementerian komunikasi dan digital atau Komdigi serta pedagang online sendiri,” kata Gus Rivqy.
Mekanisme pemungutan pajak oleh platform marketplace ini, tambah Politisi asal Dapil Jatim IV (Jember-Lumajang) tersebut dapat dilakukan dengan mengambil referensi pemungutan pajak perdagangan online dari beberapa negara di luar negeri. Diantaranya, seperti Australia, Korea Selatan, India dan Tiongkok.
“Ada juga Uni Eropa yang memberlakukan pemungutan pajak online ini untuk beberapa negara dengan mekanisme Mini One Stop Shop atau MOSS yang tujuannya memudahkan penarikan pajak dan tidak memperumit perusahaan dengan administratif pembayaran pajak,” ujar Gus Rivqy.
Selain pajak ini bukan pajak baru dan tidak menaikan harga barang, Gus Rivqy menggarisbawahi yang dikatakan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak DJP, Yon Arsal bahwa tujuan utama penarikan pajak dari pedagang online ini adalah bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga dampak besarnya akan terlihat dari peningkatan kepatuhan pajak dan penyederhanaan administrasi perpajakan.
“Tujuan penarikan pajak ini adalah fundamental, meningkatkan kepatuhan pajak, setelah itu meningkatkan penerimaan negara, jangan sampai kedua tujuan ini tidak tercapai dan justru menimbulkan masalah baru. Hal ini yang harus diperhatikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang,” tegas Gus Rivqy.
“Selain kedua tujuan tadi, pemungutan pajak pedagang online ini juga bertujuan untuk menegakkan keadilan dari transaksi baik offline atau pasar konvensional dan pasar online atau daring,” tandas Gus Rivqy.
Ada dua kriteria pedagang online yang dipungut pajak melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025. Pertama, menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis serta bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia. Dan kedua, pedagang online yang memperoleh peredaran bruto lebih dari Rp500 juta per tahun dikenakan pajak penghasilan (PPH) sesuai Pasal 22 sebesar 0,5 persen.
Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini. Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi daring (ojek online atau ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.