JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah meminta kepada semua pihak untuk mengedepankan paradigma konstruktif dalam polemik pengibaran Bendera Merah Putih dan One Piece jelang HUT ke-80 Republik Indonesia.
"Semua pihak mesti konstruktif dalam melihat polemik ini. Artinya kreatifitas sebagai kebebasan berekspresi tetap diperbolehkan, namun jangan melanggar peraturan seperti UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan," ujar Abduh sapaan akrabnya, Senin (4/8).
Polemik pemasangan bendera One Piece, menurut Abduh menjadi destruktif ketika beberapa pihak bersikap saling menyudutkan. Misalnya, ada yang menyebut pemasangan bendera One Piece adalah bentuk provokasi, makar dan menyatakan melarangnya. Namun di sisi lain, ada yang menilai respon tersebut adalah sebagai bentuk reaktif dan antikritik.
Untuk menjembatani polemik tersebut, Politisi PKB ini mengusulkan agar semua pihak menahan diri dan berkonsolidasi untuk mencari solusinya.
"Mesti ada konsolidasi, untuk menghentikan komunikasi yang tidak produktif ini. Perayaan kemerdekaan atau HUT RI jangan sampai hilang kesakralannya karena polemik bendera One Piece yang berkepanjangan," tegas Abduh.
Terpenting menurut Abduh yang berasal dari Dapil Jateng VI, yang mesti dilihat adalah hal fundamental dari polemik pengibaran bendera One Piece jelang perayaan kemerdekan, yakni kritik masyarakat yang merasa hak dasarnya belum terpenuhi, yakni hak politik, ekonomi, sosial dan budaya.
"Substansi kritik ini lah yang mesti disorot dengan memenuhi hak-hak dasar warga negara sesuai amanat konstitusi. Jika ini terpenuhi, tentu polemik ini tak perlu ada lagi atau berhenti dengan sendirinya karena tak lagi relevan," tandas Abduh.