Oleh Sahlan Ake pada hari Sabtu, 19 Jul 2025 - 19:55:02 WIB
Bagikan Berita ini :

Jaga Independensi, Calon DK LPS Tak Perlu Lagi Ada Dari Kemenkeu, BI, dan OJK

tscom_news_photo_1752929702.jpg
Lembaga Penjamin Simpanan (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Proses pemilihan Anggota dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) masih menuai sorotan. Kali ini isu soal independensi LPS yang harus dijaga menjadi perhatian.

Salah satunya adalah tidak memprioritaskan calon Ketua dan Anggota Dewan Komisioner dari latar belakang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) maupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya ketiga institusi tersebut sudah masing-masing terwakili oleh Anggota Dewan Komisioner Ex Officio di tubuh DK LPS.

“Tugas LPS terkait dengan tabungan masyarakat maka pasti beririsan dengan tugas BI dan OJK, tetapi bukan berarti mantan orang yang bekerja di BI dan OJK bisa ditempatkan di LPS, meskipun selama ini praktiknya demikian,” ujar Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti kepada wartawan, Jumat (18/7).

Esther menambahkan, dalam rekrutmeb dan assessment di tubuh LPS, memang sudah seharus berdasarkan kompetensi dan integritas. Hal ini bisa dilihat dari latarbelakang pengetahuan dan pengalamannya. "Kompetensi bisa dilihat dari background knowledge dan experience nya," imbuh Esther.

Seperti diketahui, Panitia Seleksi (Pansel) DK LPS Sabtu (12/7) lalu sudah mengumumkan 26 calon ketua dan anggota DK LPS periode 2025-2030 yang lulus seleksi administratif, serta dapat mengikuti tahap seleksi selanjutnya.

Seluruh calon ketua dan anggota DK LPS yang telah lulus seleksi administratif wajib mengikuti seleksi kelayakan dan kepatutan periode pertama, yang meliputi penelitian rekam jejak, masukan masyarakat, pemeriksaan kesehatan, dan asesmen makalah.

Dari 26 nama yang lulus seleksi administrasi, beberapa di antaranya merupakan sosok yang sudah purnabakti di Kemenkeu, BI, serta OJK, sebagian lagi masih berstatus pejabat tiga institusi tersebut.

Beberapa nama tersebut di antaranya Amanlison Sembiring (Purnabakti BI), Anton Daryono (Direktur Eksekutif – Kepala Departemen Surveilans Sistem Pembayaran dan Pelindungan Konsumen BI), Imam Nashirudin (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandar Lampung Satu Kemenkeu). Kemudian ada Imansyah (Purnabakti OJK), Teguh Supangkat (Deputi Komisioner Pengawas Konglomerasi Keuangan OJK), serta Wahyu Pratomo (Advisor BI).

Peneliti Ekonomi Celios Nailul Huda menambahkan, sesuai dengan Bagian Ketiga poin 2, Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS menyebutkan, LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dewan Komisioner LPS sendiri yang juga terdiri dari Ex Officio OJK, BI, Kemenkeu, sudah lama juga tercantum di UU Nomor 24, tahun 2004 tentang LPS.

“Artinya independensi LPS seharusnya lebih baik," ucapnya kepada wartawan, Jumat (18/7).

Namun sayangnya, lanjut Huda, saat ini penunjukkan komisioner sering kali ada muatan politisnya. “Akibatnya perwakilan pemerintah cukup banyak. Pengambilan keputusan LPS bisa dipengaruhi oleh pemerintah,” kata Nailul.

Beberapa waktu lalu, perihal independensi LPS juga menjadi sorotan lantaran banyak calon Ketua dan Dewan Komisioner LPS yang masih aktif di industri ikut dalam konstelasi. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS Pasal 67 huruf I berbunyi ‘Calon anggota Dewan Komisioner harus memenuhi persyaratan, bukan sebagai konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah baik langsung maupun tidak langsung’.

Namun, dalam pengumuman resmi seleksi yang dirilis oleh Pansel DK LPS, terdapat syarat yang menyatakan, calon tidak boleh menjadi “konsultan, pegawai, pengurus, dan/atau pemilik Bank atau Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah baik langsung maupun tidak langsung pada saat ditetapkan”.

Di sisi lain, independensi LPS juga menjadi sorotan, setelah misalnya Mahkamah Konstitusi (MK) lewat Putusan No. 85/PUU-XXII/2024 menegaskan independensi LPS dengan membatalkan frasa “persetujuan Menteri Keuangan” dalam Pasal 86 UU P2SK dan mengalihkannya kepada DPR dalam dua tahun.

Keputusan ini memastikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan LPS bebas intervensi eksekutif. MK menilai kemandirian mutlak agar LPS efektif menjamin simpanan dan menjaga stabilitas keuangan, sejalan dengan prinsip IADI. UU P2SK juga memerintahkan pembentukan Badan Supervisi LPS guna memperkuat akuntabilitas di bawah pengawasan DPR.

Senada, Guru Besar Bidang Ilmu Akuntansi Forensik Sektor Publik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), sekaligus Ketua Asosiasi Dosen Akuntansi Sektor Publik (APSAE) Dian Anita Nuswantara mengatakan, independensi LPS merupakan kebutuhan yang mutlak. Ini lantaran menyangkut keeprcayaan dan kredibilitas perbankan di mata nasabah.

"Kredibilitas perbankan sangat sensitif dengan persoalan trust publik. Karena ini yang membuat nasabah percaya untuk menitipkan uangnya,” ucapnya.

Menurutnya, jika nasabah mencium kerentanan dalam penjaminan uang mereka, bisa menjadi isu yang merembet ke mana-mana. Ujung-ujungnya, kata Dian, perbankan bisa guncang dan stabilitas keuangan terganggu jika sampai terjadi rush.

Maka penting buat semua pihak untuk memastikan indepensensi LPS dalam menilai dan mengambil keputusan, dalam fungsinya menjamin simpanan dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

“Harus bebas intervensi termasuk pemerintah. Supaya keputusan-keputusan yang diambil objektif dan profesional. Memang di sisi lain LPS harus diawasi untuk mereka menjalankan tugasnya dengan baik, dan menjalankan tugasnya transparan dan akuntabel," pungkasnya.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement