TEROPONGSENAYAN.COM - London, 19 Juli 2025 – Advokat dan aktivis senior hak asasi manusia, Prof. Eggi Sudjana, mewakili Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TP-UA), menyerahkan secara resmi sebuah dokumen pengaduan kepada organisasi internasional Amnesty International. Penyerahan dilakukan langsung di kantor pusat Amnesty di London pada pukul 11.00 waktu setempat, sebagai bentuk protes dan pengaduan atas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, terutama terhadap aktivis, ulama, dan warga negara yang mempertanyakan keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo.
> “Kami tidak sedang mencari sensasi, kami menuntut keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional rakyat. Mereka yang bersuara kritis, justru mengalami tekanan dan kriminalisasi,” ujar Prof. Eggi dalam keterangan pers di depan kantor Amnesty.
Dokumen yang diserahkan diklaim berisi bukti-bukti dan kesaksian dari berbagai elemen masyarakat sipil yang merasa mengalami tindakan represif, baik dalam bentuk penangkapan sewenang-wenang, pembatasan kebebasan berekspresi, hingga pelabelan subversif terhadap aktivis yang mengkritik pemerintah.
---
Amnesty International: Protes Bukan Ancaman Negara
Organisasi hak asasi manusia global tersebut menyambut baik inisiatif penyerahan dokumen tersebut sebagai bagian dari hak sipil warga negara. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa pihaknya akan memproses laporan tersebut sesuai mekanisme investigasi internal Amnesty, termasuk verifikasi independen atas data yang dilampirkan.
> “Pemerintah yang demokratis tidak boleh melihat protes sebagai ancaman negara. Kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin secara internasional,” ujar Usman Hamid melalui situs resmi Amnesty Indonesia (amnesty.id).
Lebih lanjut, Amnesty juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki kewajiban internasional untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM, termasuk di sektor penegakan hukum, konflik di Papua, serta persekusi terhadap kelompok minoritas dan aktivis.
> “Pelanggaran hak-hak ini — dari represi kebebasan berekspresi, marjinalisasi masyarakat adat, hingga budaya impunitas — mencerminkan pelanggaran serius terhadap kewajiban Indonesia dalam hukum internasional,” tegas Amnesty dalam rilisnya awal tahun ini.
---
Belum Ada Tanggapan Resmi, Pemerintah: Prosedur Hukum Berlaku di Indonesia
Sementara itu, hingga artikel ini diterbitkan, belum ada tanggapan langsung dari Kementerian Hukum dan HAM atau Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia terkait penyerahan dokumen ke Amnesty International tersebut. Namun, berdasarkan pernyataan yang pernah dikeluarkan pemerintah dalam kasus-kasus serupa, posisi umum pemerintah adalah:
> “Setiap dugaan pelanggaran hukum di Indonesia wajib diselesaikan melalui mekanisme hukum nasional yang sah. Tersedia ruang pelaporan melalui Komnas HAM maupun sistem peradilan nasional.”
Pemerintah juga menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang terbuka terhadap kritik, namun menolak jika hal itu dikemas dalam narasi kebencian atau penyebaran informasi yang dinilai hoaks.
Konteks Politik dan Hak Konstitusional
Penyerahan laporan ini berlangsung dalam suasana politik Indonesia yang tegang, menyusul berbagai tudingan terhadap ketertutupan informasi publik, termasuk kontroversi soal keabsahan ijazah presiden, yang kerap dibantah keras oleh pihak Istana. Sebaliknya, para pelapor dan pendukung mereka justru menghadapi ancaman hukum dan intimidasi sosial.
TP-UA menilai bahwa sistem hukum nasional gagal memberikan rasa keadilan bagi warga negara yang berani bersuara, sehingga mereka memilih jalur internasional sebagai bentuk tekanan moral.
Solidaritas Diaspora dan Tekanan Global
Dalam video dokumentasi yang diunggah ke kanal YouTube TP-UA, tampak sejumlah perwakilan diaspora Indonesia di Eropa turut mendampingi Prof. Eggi. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan "Justice for Indonesia" sebagai bentuk solidaritas atas hak-hak warga negara yang terancam.
Langkah ini sekaligus menjadi simbol bahwa isu demokrasi dan HAM di Indonesia tak lagi bersifat domestik, melainkan telah menjadi perhatian publik global, terutama organisasi internasional yang fokus pada hak sipil dan politik.
Kesimpulan
Penyerahan dokumen oleh Prof. Eggi Sudjana kepada Amnesty International adalah upaya konstitusional warga negara untuk mencari keadilan melalui jalur internasional. Amnesty menyatakan siap menindaklanjuti laporan tersebut sesuai standar verifikasi mereka.
Sementara pemerintah Indonesia belum mengeluarkan pernyataan resmi, posisi umum mereka tetap menekankan bahwa penyelesaian hukum harus ditempuh melalui lembaga nasional.
Langkah ini menambah daftar panjang catatan pelaporan warga Indonesia ke komunitas internasional terkait dugaan pelanggaran HAM. Yang menjadi kunci adalah apakah laporan tersebut akan ditindaklanjuti, diverifikasi, dan direspons oleh negara secara terbuka — sebagai cermin komitmen terhadap demokrasi dan supremasi hukum.