Oleh Sahlan Ake pada hari Rabu, 20 Agu 2025 - 14:09:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Kosmak Minta DPR RI Bentuk Panjasus dan Gelar RDPU Kasus Zarof Ricar

tscom_news_photo_1755673758.jpg
Zarof Ricar (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dalam rangka mendukung penuh amanat Presiden Prabowo Subianto memberantas korupsi, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kosmak) telah melayangkan surat kepada Ketua Komisi III DPR RI, tanggal 23 Juli 2025, perihal: permintaan pembentukan Panjasus kasus Zarof Ricar dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), atas adanya dugaan korupsi dan/atau merintangi penyidikan dan/atau penyalahgunaan kekuasaan yang diduga dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah, dalam kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.

Kosmak meminta Panjasus Kasus Zarof Ricar memanggil para pihak yang terdapat dalam empat cluster yang relevan. Pertama, cluster terduga pemberi suap dalam pengurusan perkara perdata untuk memenangkan Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation, yakni, Gunawan Yusuf dan Ny. Purwanti Lee pemilik Sugar Group Company selaku terduga pemberi suap. Kedua, cluster terduga penerima suap, yakni hakim agung Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Ma’arif, Suharto, dkk.

Ketiga, cluster makelar kasus, yakni, Zarof Ricar dan Ronny Bara Pratama, putra Zarof Ricar. Keempat, cluster Aparat Penegak Hukum (APH), yakni Jampidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah, dan JPU Nurachman Adikusumo selaku pihak yang memberantas korupsi tetapi diduga sembari korupsi. Dengan dugaan menyalahgunakan kekuasaan dan/atau merintangi penyidikan dan/atau tindak pidana korupsi dalam pemeriksaan dan penuntutan terhadap terdakwa Zarof Ricar.

”Melalui Panjasus Kasus Zarof Ricar, Komisi III DPR RI mendapatkan momentum yang fundamental guna memulihkan kembali tatanan hukum Indonesia yang tengah mengalami kerusakan akut yang amat parah secara sistemik. Apabila dibiarkan dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap hukum dan penegakannya. Penanggulangan kerusakan akut pada tatanan hukum nasional membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, DPR, aparat penegak hukum dan masyarakat sipil. Harus dimulai dari pembersihan mafia hukum di tubuh Mahkamah Agung RI dan Jampidsus Kejagung RI,” ujar Koordinator Kosmak Ronald Loblobly kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/8/2025).

Menurut Ronald Loblobly, pada tahap awal pemeriksaan, Panjasus Kasus Zarof Ricar harus memakai teori makan bubur panas. Memulai dengan mendalami terlebih dahulu dugaan penggelapan barang bukti berupa uang tunai dengan berbagai mata uang asing yang didalilkan oleh Penyidik Kejaksaan Agung hanya sebesar Rp 920 miliar dan 51 kg emas, yang disita dalam penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar di Jln. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 24 Oktober 2024.

Padahal, berdasarkan kesaksian Ronny Bara Pratama anak Zarof Ricar di muka persidangan, Senin, 28 April 2025, pada pokoknya menyatakan jumlah uang yang disita sebenarnya sebesar Rp 1,2 triliun. Bahkan informasi terkini jumlah uang yang disita diduga sejatinya mencapai Rp 1,6 triliun, berdasarkan Berita Acara Penyitaan.

”Terdapat dugaan barang bukti uang tunai sedikitnya sebesar Rp. 680 miliar yang diduga digelapkan oleh oknum di Jampidsus Kejagung RI. Agar Zarof Ricar dan keluarganya diam sebagai imbalannya atas perintah Jampidsus Febrie Adriansyah jaksa Nurachman Adikusumo selaku JPU tidak melekatkan pasal suap terhadap terdakwa Zarof Ricar. Melainkan pasal gratifikasi, sebagaimana dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDS-02/M.1.14/Ft.1/01/2025, tanggal 10 Februari 2025 yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," katanya.

Padahal dalam pemeriksaan dirinya sebagai tersangka pada Oktober 2024, Zarof Ricar telah mengakui menerima uang suap sebesar Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar dari Sugar Group Company, melalui melalui salah seorang pemiliknya bernama Ny. Purwati Lee.

Uang suap tersebut dimaksudkan untuk memenangkan Sugar Group Company dalam perkara perdata melawan Marubeni Corporation dkk di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Pengakuan tersebut kembali diulangi Zarof Ricar di muka persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 7 Mei 2025.

Usai Zarof Ricar mengaku disuap Sugar Group pada Oktober 2024, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus tidak serta merta memerintahkan penyidik sesuai SOP untuk melakukan penggeledahan terhadap seluruh lokasi Sugar Group Company yang relevan. Tidak pernah pula memerintahkan penyidik untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf sebagai pihak yang diduga memberikan uang suap.

Hal ini mempertebal kecurigaan adanya permainan dalam penanganan kasus ini. Setelah ramai dikritisi, penggeledahan, pemeriksaan dan pencekalan terhadap pihak Sugar Group Company (Ny. Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf) baru dilakukan secara tidak wajar, yakni pada Mei 2025, atau enam bulan setelah Zarof Ricar ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

“Keganjilan lain, dalam pembuktian dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar, JPU tidak memakai alat bukti dan barang bukti elektronik (electronic evidence) yang berisi data elektronik (email, riwayat browsing, file, foto, video dan lain-lain) yang ditemukan saat penggeledahan di rumah Zarof Ricar. Baik berupa handphone, laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anaknya, dan istrinya,” ujar Ronald

Pasal suap diduga memang sengaja tidak diterapkan dalam dakwaan Zarof Ricar. Kebijakan ini memiliki mens rea untuk merintangi penyidikan, guna menyelamatkan Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf (pemilik Sugar Group Company), dan para pemberi suap lainnya, agar tidak menjadi tersangka. Patut diduga dengan mendapat imbalan suap.

Motif lainnya adalah untuk kepentingan “menyandera” Ketua MA Sunarto dan sejumlah hakim agung yang diduga sebagai pihak penerima suap. Dengan maksud mengamankan putusan atas tuntutan perkara-perkara korupsi yang kontroversial karena sarat dengan rekayasa, yang disidik Pidsus Kejagung RI dan dilimpahkan ke pengadilan. Seperti yang terjadi dalam kasus Tom Lembong yang mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

Sebagai penanggung jawab penyidikan dan penuntutan, Jampidsus Febrie Adriansyah sangat memahami, Zarof Ricar tidak memiliki kapasitas untuk mendapatkan gratifikasi. Mengingat kedudukannya tidak sebagai hakim pemutus perkara. Terdapat meeting of minds antara pemberi suap Sugar Group Company (Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf) dengan Zarof Ricar selaku perantara hakim agung penerima suap, dalam kaitan dengan barang bukti uang suap sebesar Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar.

“Dengan begitu, terhadap Zarof Ricar harus dilekatkan pasal suap, dengan ikut ditetapkan sebagai tersangka terhadap Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf selaku pemberi suap. Serta terhadap diri hakim agung Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Ma’arif, Suharto selaku terduga penerima suap,” tambah Ronald Loblobly.

Merujuk pada ketentuan Pasal 108 KUHAP, Febrie Adriansyah sebagai pegawai negeri yang mengetahui peristiwa pidana, wajib melaporkan pada penyelidik dan penyidik, dalam kasus penerimaan uang suap sebesar Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar dari Ny. Purwanti Lee. Dengan demikian, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus yang bertanggungjawab dalam membuat dakwaan yang berimplikasi tidak terlaksananya penegakan hukum yang seharusnya, yakni: menjerat pelaku yang sebenarnya, dan juga akibat penyusunan dakwaan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum (Pasal 143 ayat (2) KUHAP Jo.

Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 pada bab III Poin 3 halaman ke 2 Jo. Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-845/F/Fjp/05/2018 tertanggal 24 Mei 2018), telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam kode perilaku jaksa.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement