JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Polemik seputar gaji dan tunjangan anggota DPR RI kembali mencuat dan menjadi perbincangan publik. Menanggapi hal ini, Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas mengajak publik melihat persoalan ini dengan cara pandang yang komprehensif.
“Ini adalah momen penting untuk menempatkan setiap fenomena dengan perspektif yang seimbang, rasional, dan proporsional,” kata Hairunnas, Kamis (21/8/2025).
Menurut Hairunnas, polemik soal gaji anggota DPR harus dilihat dari kacamata yang lebih luas lagi.
“Anggota DPR mengemban tugas yang sangat berat dan kompleks, mulai dari pembuatan regulasi, legislasi, hingga fungsi pengawasan. Dengan beban kerja sebesar itu, wajar jika ada kompensasi yang layak guna menunjang profesionalitas dan integritas dalam menjalankan tugas,” paparnya.
Hairunnas pun menyoroti fakta gaji pokok anggota DPR yang tidak mengalami kenaikan. Hal ini dipertegas oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
“Menurut Ketua DPR, yang terjadi hanyalah penyesuaian tunjangan tertentu, bukan peningkatan gaji dasar seperti yang diberitakan di media," urai Hairunnas.
Seperti diketahui, Ketua DPR Puan Maharani membantah adanya kenaikan gaji anggota dewan menjadi Rp3 juta per hari atau Rp90 juga per bulan. Ia mengatakan gaji anggota dewan tetap sama. Namun yang berbeda adalah anggota DPR mendapatkan kompensasi rumah jabatan karena saat ini anggota tidak memiliki rumah jabatan.
Terkait hal itu, Hairunnas menilai pernyataan Puan menunjukkan bahwa mekanisme penyesuaian kinerja tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku. Menurutnya, kritik publik justru memperlihatkan bahwa proses pengawasan terhadap keputusan politik berlangsung secara transparan dan akuntabel.
"Bagi saya yang terpenting bukanlah sekadar perdebatan tentang nominal, melainkan bagaimana memastikan kinerja DPR benar-benar terukur dan berdampak nyata,” jelas Hairunnas.
“Saya merasa publik harus terus mengawal agar janji kampanye dan program kerja yang ditawarkan saat pemilu dapat diwujudkan secara konsisten," lanjut Peneliti di Spektrum Politika Institute itu.
Hairunnas juga berpandangan bahwa DPR tidak anti kritik dan proaktif terhadap aspirasi publik. Ia menilai, tak ada yang salah jika penyesuaian tunjangan DPR diberikan selama memiiki kinerja yang baik.
"Pada intinya, mengenai persoalan ini saya melihat DPR tidak anti kritik. Semua masukan dari masyarakat diterima sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat,” ucap Hairunnas.
“Selama lembaga legislatif tetap berada pada jalurnya dan menjalankan tugas pokok serta fungsinya dengan benar, penyesuaian tunjangan merupakan standar yang layak untuk memastikan kemaslahatan dan kemajuan bangsa," tambahnya.
Dalam sistem demokrasi, Hairunnas menyebut masukan dari masyarakat merupakan bentuk berjalanannya demokrasi yang sehat. Yang terpenting, kata dia, masyarakat terus mengawal kerja-kerja DPR ke depan.
"Kritik adalah vitamin yang sehat bagi negara demokrasi, dan fakta bahwa isu ini sampai ke publik menunjukkan bahwa transparansi telah berjalan. Yang terpenting sekarang adalah masyarakat mengawal kinerja DPR berjalan sebagaimana mestinya,” ungkap Hairunnas.
“Sementara itu, para wakil rakyat harus menjaga integritas dan kepercayaan publik melalui tindakan nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat luas," imbuhnya.
Dengan adanya pengawasan dari masyarakat, Hairunnas berpadangan kesimbangan antara kinerja dan fasilitas berupa tunjangan bagi anggota DPR akan tercipta.
"Keseimbangan antara hak dan kewajiban anggota dewan dapat tercapai, serta kepercayaan rakyat terhadap parlemen dapat terus dijaga. Mari kita lihat setiap persoalan dari sudut pandang yang seimbang, rasional, dan proporsional," sebut Hairunnas.
Sebelumnya, Puan membantah adanya kenaikan gaji anggota DPR. Adapun tunjangan terbaru yang didapat anggota DPR periode 2024–2029 adalah tunjangan rumah karena mereka tidak lagi mendapatkan rumah dinas seperti anggota DPR periode sebelum mereka.
"Enggak ada kenaikan (gaji). Hanya sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan, namun diganti dengan kompensasi uang rumah," kata Puan.
Nominal tunjangan perumahan yang diterima setiap anggota DPR mencapai Rp50 juta per bulan.
Sementara Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan, gaji pokok anggota DPR tidak naik karena tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 dan Surat Edaran (SE) Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010.
Jika mengacu pada PP Nomor 75 Tahun 2000 dan SE Setjen DPR tahun 2010, gaji anggota dewan setiap bulannya yakni anggota DPR (bukan Pimpinan DPR atau Ketua DPR) punya gaji pokok Rp4.200.000.
Seluruh anggota DPR juga mendapatkan tunjangan sami/istri 10 persen dari gaji pokok yakni Rp420.000 dan tunjangan anak sebesar 2 persen dari gaji pokok maksimal dua anak yakni Rp168.000.
Selain itu, tunjangan-tunjangan lainnya seperti tunjangan jabatan Rp9.700.000, tunjangan komunikasi Rp15.554.000, tunjangan kehormatan Rp5.580.000, dan lain-lainnya.
Dalam periode dahulu terdapat bantuan listrik dan telepon sebesar Rp7.700.000 dan uang asisten anggota Rp2.250.000. Indra mengatakan dua komponen ini sudah tidak ada lagi.