JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah menilai kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan gaji hakim hingga 280 persen merupakan langkah strategis yang dapat memperkuat integritas dan kesejahteraan aparat peradilan. Meski begitu, ia memberikan sejumlah catatan.
Abdullah pun menekankan, peningkatan kesejahteraan hakim harus disertai dengan reformasi sistemik dan pengawasan yang ketat agar tujuan utama, yakni menciptakan lembaga peradilan yang bersih dan independen, benar-benar tercapai.
“Komisi III DPR mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan hakim agar hakim dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan bebas dari tekanan ekonomi,” kata Abdullah, Rabu (22/10/2025).
“Namun, kenaikan gaji ini harus dibarengi dengan sistem pengawasan yang kuat dan pembenahan menyeluruh di tubuh lembaga peradilan," sambungnya.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan menaikkan gaji hakim hingga 280 persen. Dengan kebijakan itu, Prabowo ingin agar hidup para hakim lebih berkualitas, terhormat, dan tidak bisa disogok.
Dalam pidatonya di sidang kabinet paripurna, Senin (20/10), Presiden Prabowo menegaskan bahwa hakim tidak boleh dibeli siapapun karena terkadang menangani kasus triliun rupiah.
Prabowo pun menyinggung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengembalikan Rp 13,255 triliun uang sitaan dari kasus korupsi terkait minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang perkaranya melibatkan praktik curang hakim. Menurutnya, kebijakan untuk menaikkan gaji hakim akan berbuah positif.
Abdullah sepakat dengan pandangan Prabowo. Meski begitu, ia menyebut integritas hakim ditentukan dari nilai-nilai pribadinya masing-masing.
"Integritas tidak hanya dibentuk oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh sistem nilai, etika, dan penegakan disiplin internal yang konsisten,” ungkap Abdullah.
Pada prinsipnya, Abdullah mendukung upaya Presiden Prabowo dalam meningkatkan kualitas hakim. Hanya saja, ia menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengalokasian anggaran terkait kebijakan tersebut.
"Peningkatan gaji yang signifikan harus memperhatikan keseimbangan fiskal negara, serta memastikan bahwa kebijakan serupa tidak menimbulkan kesenjangan antarprofesi penegak hukum lain seperti jaksa, panitera, dan aparat penegak hukum di tingkat bawah yang juga memiliki tanggung jawab besar dalam sistem peradilan," jelasnya.
Abdullah juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi di sektor peradilan tidak cukup hanya dengan menaikkan gaji, tetapi membutuhkan penguatan budaya integritas, perbaikan sistem rekrutmen, dan transparansi putusan agar kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dapat meningkat.
“Gaji yang tinggi tidak boleh menjadi satu-satunya jaminan moral. Reformasi peradilan harus dijalankan secara menyeluruh dan berkelanjutan agar setiap hakim, dari tingkat pertama hingga Mahkamah Agung, benar-benar berdiri di atas prinsip keadilan dan nurani hukum,” tegas Abdullah.
Menurut anggota Komisi Hukum DPR itu, langkah Presiden Prabowo merupakan awal positif menuju perbaikan dunia peradilan. Namun, kata Abdullah, tetap perlu dikawal agar kebijakan ini tidak berhenti pada aspek kesejahteraan semata.
"Kebijakan ini harus menjadi bagian dari transformasi menyeluruh untuk mewujudkan sistem peradilan yang bersih, berwibawa, dan terpercaya," ucap Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu.
“Dan tentunya diperlukan kesadaran dan integritas yang tinggi dari semua hakim untuk membawa sistem peradilan di Indonesia ke arah yang semakin baik demi keadilan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutup Abdullah.