JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah merasa heran dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mangajukan draft RUU KUHP yang isi pasalnya antara lain soal ancaman penjara bagi penghina presiden.
Fahri menyebut, serangan atau kritikan kepada penjabat negara hal yang wajar, hal ini kata dirinya untuk dijadikan introspeksi dirinya.
"Serangan pribadi terhadap penjabat negara harus kita biarkan agar pejabat negara tambah baik dan intropeksi diri," kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (4/8/2015).
Hal ini kata politisi PKS hal yang wajar sebagai konsekuensi sebagai pejabat negara. Tapi jika penginaan menjurus ke lambang negara itu lain lagi masalahnya.
"Karena kita tahu lambang negara itu lagu, bendera, sedangkan kita (pejabat) kan hanya datang dan pergi untuk dihina. Apakah Presiden Jokowi lambang negara?," tanya Fahri.
Fahri mengakui tak tahu pasti bagaimana bisa pemerintah ajukan draft tersebut yang tidak dikalibrasi terhadap apa yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya belum baca detil pasal-pasalnya. Tapi kalau mengulang tentu kita akan mempertanyakan ketelitian mereka untuk memeriksa pasal-pasal mana yang belum dicantumkan," katanya.
Menurutnya, jika draft yang diajukan dalam RUU KUHP sama yang telah dimentahkan oleh MK, maka pasal yang sama akan dibatalkan. Lebih jauh, menurutnya, kritik terhadap pejabat negara perlu agar yang bersangkutan menjadi lebih baik dan intropeksi diri.
Bagi Fahri, pasal yang telah dibatalkan oleh MK jika dihidupkan kembali maka sama saja dengan kemunduran. Ia berprinsip kesucian simbolisasi terhadap pejabat publik itu tidak dikenal.(yn)