JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Diharapkan masyarakat tidak lagi bingung atas pemberitaan media massa mengenai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang keberadaan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sebab, bunyi fatwa MUI tersebut sudah dipelintir kalangan media. Tidak jelas tujuannya atau karena keliru menafsirkan, hingga mendiskreditkan MUI yang seolah-olah suka mengobral fatwa haram.
"Ada kosa kata menyeramkan, ada kata-kata haram, padahal tidak kita temukan di ijtima' kata-kata tersebut," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani.
Penjelasan Firdaus disampaikan setelah rapat gabungan yang antara lain dihadiri Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Jaih Mubarok, Kepala Bagian Hukum Jasa Keuangan dan Perjanjian Kementerian Keuangan Eva Theresia Bangun, Kepala Bagian Peraturan Perundang Undangan Biro Hukum Kementerian Kesehatan Sundoyo, dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ghazali Situmorang.
Firdaus mengutip bahwa ijtima dari sekitar 700 ulama yang diadakan Komisi Fatwa MUI di Tegal beberapa waktu lalu, antara lain menyimpulkan bahwa pelaksanaan BPJS Kesehatan belum sesuai dengan syariat Islam. Namun bukan haram.
Rapat diadakan pada Selasa (4/8/2015) di Jakarta. Rapat yang digagas OJK tersebut menghasilkan tiga butir kesepakatan. Pertama, Telah dicapai kesepakatan para pihak untuk melakukan pembahasan lebih lanjut terkait dengan putusan dan rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional oleh BPJS Kesehatan, dengan membentuk tim bersama yang terdiri dari BPJS Kesehatan, MUI, pemerintah, DJSN, dan OJK.
Kedua, Rapat bersepaham bahwa di dalam keputusan dan rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional oleh BPJS Kesehatan, tidak ada kosa kata haram. (baca: Bahas Soal Fatwa Haram MUI dan BPJS Kesehatan Diminta Duduk Bareng).
Ketiga, Masyarakat diminta tetap mendaftar dan tetap melanjutkan kepesertaannya dalam program jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, dan selanjutnya perlu adanya penyempurnaan terhadap program jaminan kesehatan nasional seusai dengan nilai-nilai syariah untuk memfasilitasi masyarakat yang memilih program yang sesuai dengan syariah.
Nantinya, ketentuan syariah juga akan diberlakuan terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Firdaus, tim akan bekerja secepatnya. Selain itu, untuk menyempurnakan pelaksanaan BPJS, juga akan diadakan penyempurnaan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur keberadaan BPJS tersebut. (b)