JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - DPR hari ini menggelar Sidang Paripurna dengan agenda mendengarkan tanggapan pemerintah terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Namun sidang tersebut dihujani interupsi oleh anggota DPR lantaran pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tidak menyinggung soal pelemahan rupiah yang menyentuh level Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat.
Salah satu anggota DPR yang melakukan interupsi adalah Akbar Faisal. Politisi Partai Nasdem itu mempertanyakan agenda Paripurna yang tidak menyinggung kondisi perekonomian saat ini yang semakin sulit.
"Kenapa tidak di bahas pelemahan rupiah. Padahal saya di sini untuk mendegarkan pendapat dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini," kata Akbar di gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Dirinya juga melihat tidak ada niat dari pemerintah untuk membuat pusat krisis (crisis center) yang sempat diusulkan Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie dan Komisi XI.
"Kami tidak melihat akan di bentuk sebuah lembaga krisis center. Belum ada kepastian dari kementerian-Kementerian soal masalah ini," ucap dia.
Akbar meminta pemerintah untuk melakukan koordinasi untuk mengambil langkah untuk menangani masalah ini dengan serius.
"Kami ingin mendegarkan terobosan dari pemerintah sebenarnya di sini (Sidang Paripuena, red)," harap Akbar.
Namun, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Muhammad Misbakhun membela pemerintah dan memberikan penjelasan bahwa dewan sebenarnya telah memangil Menteri Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memaparkan masalah tersebut.
"Kita (Komisi XI) sudah panggil BI, OJK, dan Menkue dan meminta tanggapan masalah ini, maka jangan dibawa ke politik dengan kondisi saat ini," ucap anggota Komisi XI itu.
Menurutnya, kondisi saat ini tidak hanya pemerintah yang harus bertanggung jawab, tapi juga semua kalangan.
"Jangan menyalahkan pemerihtah, persoalan saat ini persoalan kita semuanya," tutupnya.(yn)