JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Mochamad Hekal merasa pesimis dengan paket kebijakan ekonomi yang baru saja diluncurkan pemerintahan Jokowi-JK.
"Saya rasa masih lemah paket ini. Terbukti dengan respon pasar yang negatif setelah diumumkannya. Saya baca juga seperti tidak ada apa-apa yang bisa segera mengatasi pelemahan rupiah," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (12/9/2015).
Menurutnya di antara alasan paket kebijakan ekonomi Jokowi belum tepat karena ia tidak disertai konsep yang jelas.
"Enggak ada yang salah, tapi kelihatannya kurang jitu. Ibarat orang sakit kanker dikasih multivitamin dan suplemen saja, sehingga enggak menyelesaikan masalah," sindirnya.
Akibat kebijakan itu kata dia, para investor tetap menahan keinginannya untuk berinvestasi di Indonesia karena alasan ketidakpastian.
"Dan saya rasa investor ragu atau tidak percaya pemerintahan mampu melaksanakannya dengan cepat dan efektif. Kalau Pasar yakin terhadap paket Jokowi, tentu kemarin respon bagus, index saham menguat dan kurs membaik. Ini kan justru sebaliknya," tandasnya.
Selain itu, kata dia, lemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak pada volume ekspor yang semakin melemah.
"Sekarang sakitnya menjadi siklus yang jahat. Kurs melemah krn permintaan dolar tinggi, untuk bayar cicilan dan pokok hutang. Dollar masuk sedikit karena eksport kita semakin lemah. Tentu harus beli dolar pakai rupiah, tapi dengan penerimaan pajak akan meleset dan korporasi kinerja melemah semua, tentu pembelian dollar ini makin nyerap rupiah, sehingga untuk belanja negara maupun bayar utang mengandalkan rupiah," ujarnya.
"Investor asing yang banyak pegang saham dibursa dan obligasi negara secara bisnis semakin ragu bahwa investasi mereka menguntungkan disini. Ya mereka akan semakin tarik dollar mereka," imbuhnya.
Jadi, hal tersebut membuat rupiah semakin terpuruk karena ketidak jelasan pemerintah dalam mengatasi krisis keuangan.
"Dan rupiah semakin tertekan untuk menopang beban ini semua. Rupiah yang semakin sedikit akan semakin lemah untuk beli dollar-dollar ini. Sehingga semakin melorot," tukasnya.
Untuk itu, pemerintah harus bisa menyakinkan bahwa mereka mampu menangani krisis ini.
"Kondisi ini terjadi karena banyak hot money di sini, banyak uang asing di sini, yang sifatnya investasi obligasi (karena Indonesia menawarkan bunga tinggi) dan saham (karena index kita naik cepat). Kurang diimbangi dengan investasi yang permanen, yang tidak bisa ditarik begitu aja. Makanya kita rentan kepada "pasar"," ungkapnya. (iy)