JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Peneliti Indonesia Justice Watch (IJW) Fajar Trio Winarko mengungkapkan bahwa banyak dugaan kasus pemerasan yang melibatkan jaksa. Hal itu, karena lemahnya pengawasan dari pihak lembaga kejaksaan sendiri.
"Ini terjadi semenjak bidang pengawasan dijabat oleh seorang Plt, banyak kasus dugaan oknum jaksa pemeras dibiarkan begitu saja alias mangkrak. Laporan masyarakat seakan ditimbun begitu saja. Contoh dugaan pemerasan yang dilakukan oknum petinggi jaksa di Kejati Riau beberapa waktu lalu, yang diduga melakukan pemerasan milyaran rupiah terhadap beberapa SKPD disana, hilang begitu saja. Padahal Komisi Kejaksaan sudah memberikan rekomendasi, lalu dugaan pemerasan penanganan kasus refurbish part PLN dan masih banyak lagi. Presiden Joko Widodo harus tahu ini," kata Fajar di Jakarta, Selasa (29/8/2015).
Fajar menilai, penyebab lemahnya pengawasan tersebut karena masih kosongnya posisi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung definitif saat ini. Ia heran, mengapa Jaksa Agung seperti mengabadikan posisi Jamwas yang kini dipegang pelaksana tugas (Plt) yakni Sekretaris Jamwas Jasman Panjaitan.
Lebih lanjut Fajar menilai peran pengawasan di kejaksaan kerap tumpul saat menangani kasus yang melibatkan jaksa.
"Dugaan pengawasan di kejaksaan biasa digunakan sebagai alat kepentingan untuk investasi jabatan sepertinya sudah menjadi rahasia umu. Bahkan sebagian jaksa yang lemah dijadikan korban atau tumbal untuk dipersalahkan. Ya semacam dipaksakan menjadi kambing hitam," paparnya.
Karena itu, Fajar mendesak agar Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Hukum Politik dan Keamanan (Menkopolhukam) untuk mengevaluasi serta mengaudit kinerja Jaksa Agung.
"Jika Jokowi ingin revolusi mental terjadi di kejaksaan, ya perintahkan Menkopolhukam untuk mengaudit serta mengevaluasi kinerja Plt Jamwas serta jajarannya. Begitu juga dengan kinerja Jaksa Agung. Perbaiki dulu SDM di Kejaksaan, jangan hanya sibuk dengan pencitraan," ucapnya.(yn)