JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura Syarifuddin Sudding menegaskan, pimpinan KPK harus ada unsur kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut umum.
Ia mengkhawatirkan jika tidak ada unsur tersebut akan timbul kegaduhan kembali kepemimpinan KPK seperti era Abraham Samad yang tidak ada unsur kepolisian.
"Memang Komisi III di dalam pertemuan informal menginginkan adanya keterwakilan kepolisian dan kejaksaan dalam rangka mengoptimalkan fungsi. Dimana, KPK sebagai trigger mechanism (mekanisme pemicu) harus ada keterwakilan antara kejaksaan dan kepolisian," ujar Sudding di gedung DPR RI, Jakarta, Jum'at (2/10/2015).
Sudding berharap jika adanya kedua unsur itu dapat berkoordinasi dengan baik tanpa menimbulkan kegaduhan.
"Memang kita melihat adanya gesekan dan kegaduhan antara KPK dan Kepolisian, karena tidak ada keterwakilan. Kita melihat ke arah sana. Dengan tidak keterwakilan itu maka timbul gesekan," jelas Sudding.
Sebelumnya, guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Romli Atmasasmita, mengkritisi delapan Capim KPK hasil seleksi Pansel yang menurutnya melanggar UU KPK. Sebab, dari kedelapan plus dua capim lainnya tidak terdapat unsur penuntut umum. Dia mengusulkan agar kedelapan Capim KPK itu dibatalkan proses tindaklanjutnya. "Hasil delapan nama tidak memenuhi syarat, harus dibatalkan," kata Romli.
Romli sebagai orang yang menjadi bagian penyusun UU KPK menjelaskan Pasal 21 ayat (4). Ayat (4) menyebutkan,” Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum”. Mantan Dirjen AHU Kemenkumham itu menyarankan agar DPR mengembalikan delapan Capim hasil seleksi tim Pansel.(yn)