Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Rabu, 07 Okt 2015 - 14:48:38 WIB
Bagikan Berita ini :

Kasus AS, PDIP Minta Jokowi Tak Lakukan Intervensi

73abraham-samad.JPG
Abraham Samad (Sumber foto : Indra Kusuma/ TeropongSenayan)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua Komisi Pembenrantasan Korupsi (KPK) non-aktif Abraham Samad terlihat begitu sedih dengan perkara dugaan pemalsuan dokumen. Ia mengaku kasus tersebut tidak layak untuk disidangkan sehingga ia minta kasus yang menjeratnya dihentikan.

Menangapi hal ini politisi PDIP Masinton Pasaribu menilai, semua orang harus sama dimata hukum. Dirinya meminta Presiden Jokowi untuk tidak melakukan intervesi.

"Nah jangan di intervesi dalam prosesnya. Biarkan saja nanti di pengadilan yang memutuskan. Kalau nanti hakim tidak merasa cukup buktinya maka hakim harus memutuskan bebas. Saya rasa itu lebih adil tidak ada beban bagi AS (Abraham Samad) dan saya yakin bahwa hakim akan memberikan keadilan yang seadil-adilnya buat AS," kata Masinton di kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (7/10/2015).

Anggota Komisi III DPR RI khawatir, jika Jokowi mengintervensi maka nantinya semua orang yang terjerat kasus hukum banyak yang datang ke presiden untuk meminta agar kasusnya dihentikan di pengadilan.

"Kalau nanti di intervensi semuanya kita bisa dong datang ke Presiden untuk meminta Presiden untuk minta ke pengadilan saya di bebaskan. Terus ada beberapa ribu kasus nanti minta bantuan Jokowi. Kalau tidak diberlakukan seperti itu tidak ada asas kebersamaan didepan hukum," tegasnya.

Sebelumnya, 64 akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia untuk mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penututan (SKPP) atau tindakan hukum atas nama keadilan dan kepastian hukum dalam kasus tersebut.

Presiden Jokowi juga akan mempertimbangkaan adanya usul diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus Bambang Widjojanto.

Sangkaan yang ditujukan kepada Abraham adalah masalah kecil yang hanya terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharusi dengan UU No 24 tahun 2013 tentang kependudukan.

Pasal tersebut menjelaskan mengenai "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun".(yn)

tag: #abraham samad  #kpk  #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement