JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Potensi kekayaan alam minyak dan gas (Migas) yang luar biasa di Maluku kembali dipertanyakan. Mengingat provinsi ke delapan dari Republik Indonesia itu selalu menjadi incaran para investor dan pengembang.
Anggota DPD RI asal Maluku, Nono Sampono mengatakan, dengan potensi Migas yang melimpah, Maluku seharusnya bisa merdeka dari kemiskinan. Sebab, kata dia, catatan BPS Maluku menyebut, Provinsi berpenduduk 1.6 juta ini, sekitar 18,84 persen atau 307 jiwa adalah penduduk miskin dan menempati urutan keempat setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur atau NTT.
Karena itu, ia mengingatkan agar pemerintah 'melek' dan mempertimbangkan kepentingan nasional dalam mengelola sumber daya alam di daerah ketimbang 'memanjakan' perusahaan atau pengelola.
"Jadi, daerah yang memiliki potensi kekayaan alam sudah semestinya disejahterakan," kata Nono dalam sebuah diskusi Forum Senator untuk Rakyat, bertema 'Kekayaan Laut dan Daerah untuk Siapa? Menyoroti Blok Masela' di Cikini, Jakarta, Minggu (11/10/2015).
Selain itu, Nono juga mengingatkan kembali, bersatunya sejumlah daerah di Indonesia, seperti Maluku dan Irian Jaya serta daerah lainnya karena ada kontrak politik.
"Sebuah negara dari satu bangsa terbentuk karena bergabungnya daerah-daerah lain. Ada kontrak politik disitu dan konstitusi mewajibkan pemerintah untuk menghargai hak-hak daerah. Sehingga ada perimbangan pembagian kekayaan alam. Pusat dapat, daerah juga dapat," katanya.
Namun, lanjut Nono, pada kenyataannya dilapangan, setiap kerjasama pengelolaan sumber daya alam, pemerintah cenderung tak berkutik dan dibawah ketiak perusahaan pengelola.
"Jadi, DPD sebagai keterwakilan rakyat daerah, tetap menginginkan agar dalam pengembangan gas blok Masela, juga harus mengedepankan azas keadilan bagi masyarakat Maluku," pesan Nono. (mnx)