JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Bencana asap tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan diduga ada keterlibatan korporasi yang dengan sengaja membakar lahan untuk kepentingan perusahaannya. Proses pembakaran ini dimaksudkan untuk memangkas biaya pembukaan lahan baru menjadi lebih murah.
"Dibanding harus melakukan proses secara manual dengan membajak dan menggaru serta menyemprot dengan racun untuk lahan yang akan digunakan, proses melalui pembakaran akan lebih murah dan efisien di samping meningkatkan pH tanah," ujar Direktur SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid di Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Oleh karenanya, Sylvi meminta kepada Pemerintah Pusat untuk segera melakukan proses hukum terhadap pelaku pembakaran hutan.
"Pemerintah harus segera melakukan proses hukum baik terhadap pribadi maupun korporasi yang diduga terlibat pembakaran hutan," katanya.
Desakan kepada pemerintah pusat untuk menetapkan bencana asap ini masuk dalam kategori bencana nasional sebagaimana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Penanggulangan Bencana.
"Memang regulasi mengenai turunan Undang-undang penanggulangan bencana tentang status dan tingkat bencana nasional dan daerah belum ada. Akan tetapi kalau kita lihat dari jumlah korban, kerugian harta benda, cakupan luas wilayah dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan kabut asap ini cukup menjadi indikator bencana asap ini masuk dalam kategori bencana nasional," terang aktivis kemanusiaan ini.
"Pemerintah Pusat jangan takut untuk menetapkan ini sebagai bencana nasional, karena tidak ada efek yang merugikan, hanya memang memalukan ketika tidak dapat mengatasi bencana asap yang sudah menjadi musibah tahunan," tegas Sylvi. (mnx)