JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Tidak ada alasan bagi Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yassona Laoly untuk menunda pengesahan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX di Bali. Sebaliknya menteri harus menyatakan Munas IX Partai Golkar di Ancol sebagai kegiatan ilegal.
"Tidak ada alasan menteri untuk menanggapi susunan pengurus hasil munas Ancol dan sudah seharusnya menyatakannya sebagai kegiatan ilegal. Karena jelas mereka telah menyalahgunakan identitas Partai Golkar untuk kegiatan ilegal," kata Bendahara Umum Partai Golkar versi munas Bali, Bambang Soesatyo, kepada TeropongSenayan, Senin (15/12).
Menkumham, kata Bambang, harus melihat persoalan Partai Golkar itu secara jernih. Sebab apa yang disebut presidium penyelamat Partai Golkar yang digagas Agung Laksono Cs tidak pernah ada di AD/ART Golkar. Karena istilah presidium tidak ada, maka kegiatan yang digagas berupa munas Ancol itu ilegal. "Jadi kegiatan yang dilakukan ilegal, karena partai tidak menegnalnya," kata Bambang.
Menurut Sekretaris FPG DPR ini, agar sikap pemerintah dilandasi pertimbangan hukum yang jernih, mangacu saja pada UU nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik pasal 25. Isianya, ada empat indikator yang harus terpenuhi untuk mengkualifikasikan bahwa sebuah partai terjadi perselisihan kepengurusan.
Pertama perselisihan karena penolakan untuk penggantian kepengurusan, kedua, penolakan disampaikan secara resmi dalam satu forum pengambilan keputusan tertinggi parpol, seperti kongres, munas atau muktamar. Ketiga tentang subjek penolakan dan pergantian yang harus dilakukan oleh peserta munas, kongres atau muktamar, dan keempat harus disuarakan minimal 2/3 peserta munas, kongres atau muktamar.
Untuk masalah di Partai Golkar, lanjutnya, tidak ditemukan adanya empat indikator tersebut. "Saat munas di Bali, tidak ada penolakan kepengurusan, apalagi sampai 2/3 perserta munas. Penolakan Agung Laksono Cs disampaikan dari luar munas," jelasnya.
Karena semua sudah jelas, lanjut Bambang, tidak ada alasan Menkumham menunda mengesahkan kepengurusan Partai Golkar dan tidak ada alasan pula untuk mengakui munas di Jakarta. "Semua diatur A/ART maupun UU sehingga tidak mengada-ada," tegasnya.(ss)