Berita
Oleh Agus Eko Cahyono pada hari Selasa, 30 Des 2014 - 16:05:49 WIB
Bagikan Berita ini :

Pansel Cecar Soal Pribadi Calon Hakim MK

72Pansel Hakim.jpg
Pansel Hakim MK (Sumber foto : setneg )
Teropong Juga:

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Konstitusi kembali melakukan seleksi wawancara sebagai bagian dari rangkaian seleksi calon Hakim MK, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, pada Selasa (30/12/2014), seperti dikutip dari situs setkab.go.id.

Anggota Pansel yang hadir lengkap, yaitu Saldi Isra, Refly Harun, Todung Mulya Lubis, Satya Arinanto, Prof. Dr. Harjono, Maruarar Siahaan, dan Widodo Ekatjahjana. Dalam laman tersebut, menyebut wawancara tahap kedua kali ini materinya lebih luas, mulai dari hal-hal subtansial menyangkut tugas seorang hakim MK, hingga hal-hal yang sangat pribadi.

Seorang calon Hakim MK Imam Anshori Saleh mendapat cecaran pertanyaan mengenai sikapnya menyangkut hukuman mati dan masalah independensinya karena dia akan mewakili pemerintah dalam komposisi hakim di MK.

Menyangkut hukuman mati itu, Imam Anshori mengaku secara pribadi dirinya merasa keberatan dengan penerapan hukum tersebut. Namun sebagai warga negara, Imam mengaku harus taat kepada hukum positif yang berlaku di negara ini. “Saya kira hukuman mati dibolehkan. Tapi saya secara pribadi tidak setuju karena itu hanya menjadi beban dan tidak bisa mengembalikan untuk diperbaiki. Bagaimana mungkin mengembalikan nyawa (seseorang yang telah dieksekusi mati),” kata Imam.

Adapun terkait masalah pembelian mobil pribadi atas nama istrinya yang menggunakan dana dari uang sewa yang diberikan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) saat dirinya menjabat sebagai anggota DPR, Imam menegaskan dalam pemberian uang pengganti sewa rumah dari BURT, tidak ada ketentuan bahwa uang tersebut harus digunakan untuk menyewa uang. “Dari BURT pokoknya kita diberi, mau digunakan untuk menyewa rumah, mau menggunakan untuk yang lain karena kita menempati rumah sendiri juga tidak dilarang,” kata Imam yang saat itu memilih tinggal di rumah pribadinya dan menggunakan uang sewa rumah dari DPR untuk membeli mobil.

Anggota Pansel Hakim MK Todung Mulya Lubis juga mempersoalkan posisinya sebagai aktivis Nahdlatul Ulama (NU) terkait dengan ketegasannya jika menjadi anggota hakim MK. “Meskipun saya hidup di lingkungan NU, tetap tergantung diri sendiri. Saya yakin, soal hukum tetap harus disiplin,” jawab Imam.

Imam yang saat ini masih menjabat sebagai anggota Komisi Yudisial (KY) juga menjawab pertanyaannya mengenai kebiasannya memberikan komentar di media massa. Menurut Imam, posisinya sebagai Juru Bicara Komisi Yudisial, memang mengharuskan dirinya memberikan keterangan kepada media jika ada masalah terkait Komisi Yudisial. “Saya setuju kalau haki MK tidak boleh mengomentari terkait hasil keputusannya atau mengomentari keputusan hakim lain,” kata Imam seraya meyakinkan, sebagai hakim MK sebaginya tidak perlu banyak bicara. (ec)

tag: #Mahkamah Konstitusi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement