JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Beberapa hari terakhir, banyak pihak bertanya-tanya kenapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Tito Karnavian sedemikian reaktif terhadap rencana aksi lanjutan 4 November yang akan digelar pada 2 Desember 2016 mendatang.
Bahkan, oleh Jokowi dan Tito juga isu makar disebar sehingga menimbulkan kegaduhan baru di tengah-tengah masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah meminta agar penguasa khususnya Jokowi dan Tito segera menyudahi dan tidak melanjutkan manuvernya dengan berimajinasi macam-macam.
"Seolah-olah aksi 212 adalah bentuk makar yang ingin menggulingkan pemerintah. Ini pemerintah panik, selain melarang aksi dengan dalih ketertiban, beberapa hari terakhir Tito juga rajin menebar 'ancaman' kepada umat Islam," kata Amir mengawali perbincangannya dengan TeropongSenayan, Jakarta, Sabtu (27/11/2016) malam.
Bahkan, kata dia, tidak berlebihan kalau orang nomor satu di korps kepolisian itu disebut telah memfitnah ummat Islam, dengan menuding aksi 212 bermaksud makar terhadap pemerintah tanpa dasar yang bisa dipertanggung jawabkan.
"Anehnya lagi, ternyata Tito mendapat sumber info soal makar ini dari Google," cetus Amir.
Padahal, lanjut Amir, soal makar, sejatinya sudah dibantah sendiri oleh orang ring satu Istana, yaitu Menteri Pertahanan Ryamizard Rycudu.
"Ryamizard jelas-jelas mengaku tidak pernah mendapat laporan soal makar, termasuk dari intelnya di Kemenhan," ungkap Amir.
"Jadi, dari mana sebenarnya Tito bisa bolak-balik mengatakan Aksi Bela Islam Jilid 3 adalah makar? Kenapa Menhan kok gak dengar?," tegas dia.
"Kenapa Tito begitu mudahnya menebar tuduhan yang sangat serius, ada apa ini? Apakah seorang Kapolri juga dilatih menebar fitnah kepada umat Islam hanya bermodal informasi dari Google? Saya kira Tito ini gak level jadi Kapolri. Kelasnya masih Dandensus 88. Partisan dan gak matang," cetus Amir.
Karenanya, demi menyikapi situasi bangsa yang sedemikian hiruk-pikuk, Amir menyarankan agar Jokowi sebaiknya melakukan rekonsiliasi dengan mengundang semua pimpinan Parpol dan petinggi ormas Islam sholat Jumat di Masjid Istana Merdeka.
"Dari pada Jokowi terus-terusan dibisiki informasi sesat oleh para pembantunya, mending bertemu langsung dengan rakyat dengan mengundang sholat jumat di masjid Istana," jelas Amir.
"Dengan begitu, Jokowi tidak perlu muter-muter, kesana kemari menggelar pertemuan. Cukup undang mereka ke masjid Istana. Kalau perlu, Kapolda dan Pangdam se-Indonesia juga diundang," katanya.
"Nah, disitu nanti Jokowi bertindak sebagai khatib dengan tema kebhinekaan atau apa saja, dan ketua MUI sebagai imam sholat. Saya kira ini lebih mudah. Rekonsiliasi paling murah meriah dan efektif untuk meredam isu makar," ujarnya.
Hal tersebut, menurut Amir, jauh lebih baik dan efisien dari pada Jokowi mengundang tokoh politik atau menyambangi ulama sana-sini.
"Tentu, itu (safari Jokowi) lebih banyak menghabiskan uang negara, harus mengeluarkan anggaran Paspampres, keamanan dan lain-lain," terang Amir.
"Jokowi harus tau, kalau rakyat sudah capek dipertontonkan kegaduhan yang tidak jelas. Bukannya selama ini Jokowi sendiri yang meminta masyarakat tidak mudah percaya dengan informasi-informasi yang beredar di medsos. Tetapi kenapa sekarang Jokowi dan Kapolri yang malah menelan mentah-mentah informasi (makar) dari medsos," ujar Amir menambahkan. (icl)