JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Rencana pemerintah mengeluarkan anggaran sosialisasi gerakan revolusi mental dikritik pengamat politik Mohammad Nasih. Menurut dia program revolusi mental tidak perlu ada proyek khusus yang diberi anggaran besar.
Nasih yang juga direktur Monash Institute menambahkan, revolusi mental bisa terjadi melalui struktur negara, termasuk kementerian-kementerian dan lembaga pendidikan. Sehingga tak perlu proyek khusus program revolusi mental dengan dana besar.
"Revolusi mental adalah proyek sangat bagus untuk mengubah karakter buruk mayoritas warga negara Indonesia, termasuk para penyelenggara negara," ujar Mohammad Nasih kepada TeropongSenayan, Minggu (22/2/2015) di Jakarta.
Nasih menambahkan karena masyarakat Indonesia berbudaya feodal, para pemimpin politik atau penyelenggara negara memiliki fungsi sangat penting dalam memberikan contoh untuk mengubah perilaku yang kurang baik. Terutama yang terjadi dalam masyarakat.
Dia menegaskan, kalau para pemimpin memberi contoh perubahan dengan pengabdian yang optimal, kejujuran, dan konsistensi, tidak mencla mencle, maka rakyat akar rumput pun akan berubah. Itu artinya program revolusi mental telah berhasil.
Nasih menyayangkan adanya kecenderungan mentalitas pemimpin yang buruk sehingga tidak bisa diharapkan untuk melakukan revolusi mental. "Seharusnya para penyelenggara negara bisa menjadi wahana persemaian revolusi mental untuk generasi masa depan," pungkas Nasih.
Sebagaimana diberitakan, Kementerian Pembangunan Nasional mengumumkan adanya proyek sosialisasi revolusi mental pemerintahan Jokowi. Proyek tersebut menalan anggaran Rp 140 miliar. Dana sebesar itu, antara lain, dipakai untuk belanja iklan di media.(ris)