JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Buntut dari pembubaran ormas anti Pancasila semakin panjang. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, mengeluarkan kebijakan memecat dosen wanita bercadar setelah sebelumnya diberikan pilihan untuk melepas cadar tersebut saat memberikan materi perkuliahan.
"Pernah kami lakukan tindakan tegas kepada dosen yang memang terindikasi gerakan-gerakan radikal," ujar Rektor niversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada di gedung rektorat UIN Jakarta, Ciputat, Minggu (30/7/2017).
Menurut Dede, dosen wanita itu sudah diberhentikan tahun lalu. "Yang bersangkutan pernah kami panggil dan lakukan interogasi. Kami berikan pilihan dan dia malah memilih aktif kegiatan organisasinya itu," lanjut Dede.
Dia pun enggan merinci organisasi dan kegiatan apa, yang di luar batas kewajaran sang dosen, sehingga sanksi tegas pemberhentian dikenakan. "Saya lupa waktu itu apa, tapi memang dia akui dan dia pilih seperti itu," ujar Dede.
Pihak kampus mengetahui dosen tersebut berpandangan berbeda, setelah pihaknya meminta dosen itu untuk menanggalkan cadar saat memberi perkuliahan, namun dia menolak. Saat itu sang dosen memiliki argumennya untuk mempertahankan bercadar.
Ditambahkan dia, menurut aturan kampus, dosen wanita tidak boleh menggunakan cadar saat mengajar. Kepada dosen yang telah dikeluarkan itu, Dede mengaku telah memberikan pilihan yang demokratis.
Karena yang bersangkutan tetap berkeras dengan pendiriannya, pihak kampus lalu mengambil langkah tegas memecatnya. Sedang untuk dosen pria, Dede mengaku bentuk pengawasannya lebih sulit.
Apalagi banyak dosen UIN yang memiliki penampilan sama, mulai celana cingkrang, hingga memelihara jenggot. Selama tidak ada laporan tentang aktivitas dosen tersebut, pihaknya tak bisa memberikan sanksi apapun.
"Saya tidak terlalu jauh mengidentikan itu dari busana dan cara berpakaian dosen, pekerja atau mahasiswa di sini, tapi jika ada indikasi dan bukti kami tindak tegas," katanya.
Begitupun dengan dosen yang terkait dengan HTI, dan organisasi radikal lainnya, pihaknya tidak punya data. Alhasil, pengawasan yang dilakukan pihak kampus dirasakan masih sangat lemah sekali.
"Untuk berapa jumlah dosen atau mahasiswa yang terlibat HTI, tidak ada data yang masuk. Hingga kini, kami belum mengeluarkan dosen atau mahasiswa yang berafiliasi dengan HTI," tukasnya. (aim)