JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sri Sultan Hamengkubuwono X berencana mengeluarkan peraturan daerah untuk mengatur pembatasan alih fungsi lahan di Yogyakarta.
"Pembatasan itu harus ada. Alih fungsi lahan. Saya punya cara, yakni membuat perda minimal 35 ribu tanah tidak bisa alih fungsi selama 10 tahun karena itu untuk memenuhi kebutuhan sektor pangan," kata Sri Sultan Hamengkubuwono X di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Presiden Joko Widodo melantik Sri Sultan Hamengkubuwono X dan KGPAA Paku Alam X sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY 2017-2022 di Istana Negara. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY tahun 2015, jumlah luas sawah di DIY 55.425 hektare, bukan sawah 186.821 hektare dan luas lahan bukan pertanian 76.334 hektare.
Meningkatnya jumlah penduduk di Yogyakarta menyebabkan alih fungsi lahan pertanian, yaitu setiap tahun sekitar 200 hektare lahan pertanian berubah fungsi, sebagian besar digunakan untuk lahan properti.
"Kedua, kami punya problem besar bagaimana kami akan membatasi (alih fungsi) karena lahan untuk izin 'mall', hotel dan sebagainya itu 'kan di kabupaten/kota karena otonomi daerah. Maka kami mencoba, saya hanya bisa mengimbau, membangun dialog dengan bupati/wali kota, sudahlah, untuk sementara ini hentikan dulu untuk hotel, otomatis termasuk mall. Yang mau beli itu ya siapa?" ungkap Sri Sultan.
Atas saran tersebut, menurut Sri Sultan, bupati dan wali kota pun melakukan moratorium alih fungsi lahan. Sedangkan terkait praktik tambang pasir besi di daerah Kulon Progo, menurut Sultan, juga sudah tidak ada lagi.
"Sebenarnya sekarang sudah tidak ada lagi tambang pasir karena sekarang saya sudah tidak mengizinkan pasir besi diambil konsenratnya, itu tidak boleh tapi harus ada 'smelter' atau industri yang mengolah karena di situ nilai tambahnya, kalau ambil konsentrat hanya merusak lingkungan saja," kata Sri Sultan. (Ant/icl)