JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Capaian Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) patut diapresiasi. Meski begitu, sejumlah pihak menyayangkan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu belum juga diproses.
"Apresiasi itu terutama soal kebebasan pers dan pemenuhan hak-hak Ekosob publik khususnya beberapa pembangunan infrastruktur," kata Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/12/2017).
Ada 10 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah direkomendasilan oleh Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung; Tanjung Priok (1984), Timor Timur (1999), Abepura, Papua (2000), Wasior dan Wamena, Papua (200), Talangsari, Lampung (1989), Kasus 1965-1966, Petrus (1982-1985), Trisakti dan Semanggi 1 dan 2 (1998), Kerusuhan Mei 1998, dan Penghilangan orang secara paksa (1997-1998).
"Ada tiga kasus (30 persen) yang sudah diselesaian oleh rezim sebelum Jokowi-JK (Tanjung Priok, Abepura, dan Timtim). Sampai tiga tahun rezim Jokowi-JK belum ada tanda-tanda penyelesaian komprehensif. Artinya, ada 7 kasus (70 persen) lagi kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum diselesaikan," beber mantan anggota Komnas HAM itu.
Dalam konteks ini rezim Jokowi-JK belum memenuhi janji politiknya, Nawacita. Kemudian, soal penanganan tindak pidana terorisme.
"Bahwa aksi terorisme oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun adalah musuh kemanusiaan. Hanya penanganannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip HAM. Untuk itu pemerintahan Jokowi-JK harus melakukan perbaikan penangan terorisme sesuai perspektif HAM," ucapnya.
Lalu, soal sekolah ramah HAM. Pemerintahan Jokowi harus memastikan kehadiran negara untuk mencegah dan memastikan tidak terulang lagi peristiwa-peristiwa kekerasan di sekolah dan merealisasikan sekolah ramah HAM.(yn)