JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai pasal penghinaan presiden seperti 'zombie' karena pasal tersebut hidup kembali meskipun sempat diwacanakan untuk dihapus sejak tahun 2015.
Dia pun meminta pasal penghinaan presiden di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) harus diwaspadai atas kebangkitannya.
"Memang kita harus hati-hati dengan pasal ini. Jangan sampai pasal ini menyasar orang-orang yang kritis ke pemerintah," kata Nasir saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/2/2018).
Politisi PKS ini menyarankan makna dari 'penghinaan presiden' harus diperjelas, agar tidak menjadi pasal karet.
Sebab, pasal penghinaan presiden bisa berdampak pada demokrasi masyarakat sipil yang berhak berpendapat tentang kebijakan pemerintah.
"Mungkin akan ada penjelasan apa saja yang dimaksud menghina presiden. Membuat 'meme' apakah itu jadi penghinaan presiden?," ungkapnya.
Dia pun berharap pasal penghinaan presiden bersifat delik aduan bukan delik umum. Dimana, dalam delik aduan tersebut pasal penghinaan presiden berlaku jika presiden sendiri yang melaporkan ke pihak kepolisian.
"Tentu harapan kita ini delik aduan. Kalo presiden merasa terganggu dia mengadukan," imbuhnya.
Diketahui dalam draf RKUHP Januari 2018, tertuang Pasal 263 tentang penghinaan terhadap presiden. Pasal 263 ayat 1 menyebutkan, seorang yang dimuka umum menghina presiden terancam pidana lima tahun.
Sedangkan Pasal 263 ayat 2 menyebut, seseorang tidak dianggap menghina jika perbuatan untuk kepentingan kebenaran atau pembelaan diri.(plt)