JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Panitia Kerja (Panja) revisi KUHP Arsul Sani mengatakan, Pasal 134 dan 136 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan presiden telah dihapus Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal-pasal tersebut berbeda dengan Pasal 263 dan 264 dalam draf revisi KUHP.
"Soal pasal penghinaan pada presiden dan wakil presiden perlu dijelaskan. Secara norma dasar akan jadi sesuatu yang berbeda dengan pasal di KUHP sekarang yang sudah dibatalkan MK, yang beda itu sifat deliknya," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Sekjen PPP ini menjelaskan, Pasal 263 dan 264 tentang penghinaan presiden yang masuk dalam draf revisi KUHP bersifat delik aduan. Sedangkan Pasal 134 dan 136 tentang penghinaan presiden yang sudah dihapus MK, kata dia, bersifat umum.
"Tapi kalau tuntutannya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ini harus dihilangkan," katanya.
Namun, dia menjamin bahwa pasal penghinaan presiden tidak menjadi pasal karet.
"Meskipun sudah jadi delik aduan, tapi bukan ruang bagi penegak hukum untuk menafsirkan semau gue," tandasnya.
Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.(plt)