JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menolak pasal pemidanaan penghina presiden dan wakil presiden masuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Fahri berujar, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden berlaku pada masa penjajahan Belanda, yang ditujukan untuk penghinaan kepada pemimpin-pemimpin kolonial.
"Jadi kalau pasal ini hidup itu sama dengan presiden itu menganggap dirinya penjajah dan rakyat itu yang dijajah," kata Fahri saat dihubungi, Rabu (7/2/2018).
Menurutnya, dihidupkannya pasal penghinaan presiden merupakan sebuah kemunduran demokrasi. Untuk itu, menurutnya, pembahasan pasal tersebut harus segera dihentikan.
"Karena ini memutar balik jarum jam peradaban demokrasi kita jauh ke belakang, mudah-mudahan Pak Jokowi paham bahwa ini kesalahan yang fatal," tegasnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya rentan manipulasi.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden masuk ke dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal penghinaan presiden dan wapres diatur dalam dua pasal yakni 263 dan 264.
Dalam RKUHP, Pasal 263 ayat (1) berbunyi 'Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV'.
Lalu ayat (2) Pasal 263 berbunyi 'Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri'.
Kemudian di pasal 264 berbunyi, 'Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana tekonologi informasi, yang berisi penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dengan maksud agar pasal penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV'.(yn)