JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--DPR meminta agar harga jual listrik Power Purchase Agreement (PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang diturunkan. Langkah ini dilakukan untuk melindungi konsumen.
"Bagi saya, kalau itu untuk rakyat Indonesia, tidak ada sesuatu pun yang tidak bisa diubah karena ini untuk kepentingan rakyat," kata Anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (18/3/2018)
Menurut Eni, harga jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang masih terlalu mahal. Dia menduga ada ketidakefisienan yang menjadi faktor mahalnya harga listrik.
"Sebenarnya apa yang membuat harga itu menjadi US$ 5,7 sen. Karena tempatnya kurang tepat di sana. Hal ini akan kita perdalam lagi di Jakarta," ungkapnya.
Saat ini harga listrik di PPA tersevut dipatok di angka US$ 5,71 sen per kilowatt per hour (kwh).
"(Padahal) ada pembangkit yang lebih kecil dari 2×1.000 MW dan harganya lebih murah sekitar US$ 5 sen. Jadi menurut saya, harganya itu bisa lebih murah, bisa menjadi US$ 4 sen," ujar legislator asal Jawa Timur.
Eni juga menyoroti mahalnya nilai investasi pembangunan PLTU Batang yang mencapai US$ 4,2 miliar.
"Menurut saya untuk berbahan batu bara tidak semahal itu. Apa faktor tanahnya, teknologinya, tenaga kerjanya, atau komponen-komponen lainnya yang menyebabkan investasi sampai US$ 4,2 miliar," tandas Eni. (plt)