JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam kongres PDIP IV di Bali yang merendahkan kewibawaan Presiden Jokowi, ternyata menyimpan kekesalah tersendiri bagi pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti.
Dalam pidatonya, Megawati berulang kali menyatakan bahwa Presiden Jokowi merupakan petugas partai yang harus menjalankan instruksi partai. Bahkan, putri kandung mendiang Soekarno itu mengancam Jokowi jika tidak bersedia disebut petugas partai dipersilakan untuk keluar dari PDIP.
"Jangan menjadikan Jokowi itu seperti kacung, tetapi saya menggunakan kata ndoro dan jongos, karena itu seperti ketopraknya sentilan sentilun," kata Ikrar pada TeropongSenayan, Senin (13/4/2015).
Ikrar menilai, istilah petugas partai bagi seorang presiden sekaligus kepala negara itu tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Contohnya, tidak mustahil dalam menentukan seorang pejabat ada sudut pandang berbeda antara kepentingan partai dan kepentingan masyarakat.
"Seperti dalam penentuan calon Kapolri atau calon Wakapolri, harus dilihat apa itu mencerminkan kepentingan rakyat, itu belum tentu, sementara pemerintah juga mempuyai hitung-hitungan sendiri," katanya.
Ikrar pun meminta agar Presiden Jokowi lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada partai pengusunya dengan mengutip pernyataan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy, My loyalty to the party end, when my loyalty to the country begins.
"Apa yang dikatakan disini (kutipan Kennedy, red) ketika seseorang menjadi presiden, itu tidak bisa memiliki loyal mutlak pada partai, karena yang diurus itu bukan hanya konstituen partai, tetapi seluruh rakyat Indonesai baik itu pemilih ataupun bukan pemilih," pungkasnya.(yn)