JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Bank Indonesia 'turun tangan' untuk menengahi 'perseteruan' antara Presiden Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono. BI menyatakan kewajiban pembayaran ke International Monetary Fund (IMF) bukan merupakan utang.
"Apa yang disampaikan Pak Jokowi dan Pak SBY terkait kewajiban pada IMF tidak salah. BI punya kewajiban pada IMF tapi bukan utang," kata Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs di Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Posisi kewajiban sebesar 2,8 miliar dolar AS tersebut jelas dia, bukan utang kepada IMF dalam bentuk pinjaman yang selama ini dikenal.
"Kewajiban tersebut adalah alokasi SDR (special drawing rights) yang timbul sebagai konsekuensi kita sebagai anggota IMF. Seluruh anggota IMF mendapat alokasi SDR tersebut," jelasnya.
Sebagai anggota IMF, lanjut Peter, Indonesia membayar iuran sehingga bisa memperoleh alokasi SDR sesuai kuota dan dicatat sebagai bagian cadangan devisa.
"Secara teknis pencatatan, alokasi tersebut juga dicatat sebagai kewajiban kita," ujarnya.
Ia menambahkan, sejak 2009, pencatatan teknis alokasi SDR tersebut dilakukan dalam kewajiban pada IMF. Hal tersebut juga dilakukan oleh seluruh anggota IMF.
Karena alokasi tersebut sebagai konsekuensi keanggotaan, maka akan tetap muncul sepanjang Bank Indonesia masih menjadi anggota.
"Berbeda dengan pinjaman ketika krisis 98 yang memang bisa dilunasi setelah kita punya kemampuan tanpa harus keluar dari keanggotaan," ujar Peter.
Peter juga menyebutkan bahwa utang Indonesia kepada IMF saat tahun 1998, dilakukan untuk kebutuhan neraca pembayaran yang tergerus akibat krisis. Pinjaman tahun 1998 tersebut (9,1 miliar dolar AS), telah dilunasi seluruhnya pada 2006. (iy)